Ambulans Motor Mansetus, si Dewa Penyelamat; YKS, Yayasan Kesehatan untuk Semua; Tentang Gaji yang Tak Pasti; Berkah di Angka Merah
Media Online https://jayakartanews.com/ambulans-motor-mansetus-si-dewa-penyelamat/
Oleh: rosalia ernaningtyas , Kategori: Wartawan (JayakartaNews.com)
Ambulans Motor Mansetus, Si Dewa Penyelamat https://jayakartanews.com/ambulans-motor-mansetus-si-dewa-penyelamat/ Â
Sebelum ambulans roda dua ini beroperasi, kematian pasien, utamanya ibu dan anak di Flores Timur terjadi nyaris setiap hari. Pertolongan medis selalu terlambat untuk penyakit yang sebetulnya sama sekali tak berisiko kematian. Demikian alasan di balik tercabutnya nyawa-nyawa mereka. Ambulans Motor Mansetus menjadi dewa penyelamat. Armada itu seperti memotong jarak. Fasilitas kesehatan menjadi dekat dengan masyarakat. Angka kematian ibu dan anak menurun drastis. Apa jadinya bila Mansetus terus mengembara di lain kota atau memilih hijrah ke negeri tetangga? Mungkin kisah pilu kematian ibu dan anak di tempat terpencil Indonesia Timur itu tak akan pernah berhenti. Sudah menjadi ritual tahunan, para muda kampung itu hengkang. Kota lain atau negeri jiran Malaysia menjadi tempat tujuan. Latar belakangnya klasik. Minim pekerjaan di kampung. “Alam yang kering tak memberikan harapan, ketahanan ekonomi masyarakat kami runtuh,†cerita Mansetus. Tempat yang jauh akhirnya menjadi tumpuan asa pendongkrak nasib: memenuhi biaya hidup, menyekolahkan anak dan membangun rumah batu. Kampung dengan segala pernak-pernik keterbatasannya pun mereka tinggalkan. Untungnya Mansetus tidak. Mansetus pernah merantau. Namun ia memutuskan kembali ke kampung setelah dua tahun mengembara ke Timor Timur (sekarang Timor Leste) dan Kupang, ibu kota NTT. Bukan karena ia mendapatkan rezeki nomplok atau pekerjaan dengan bayaran segunung tatkala langkah pulang kampung itu ia kukuhi. Tahun 1998 Mansetus mendapatkan gelar S1 dari Fakultas Hukum Univeritas Nusa Cendana Kupang. Takdir kemudian mengantarkannya bekerja menjadi jurnalis di Harian Umum Novas, Timor Timur. Pasca ontran-ontran lepasnya Timor Timur dari Indonesia, Mansetus bergerak ke Kupang. Ia bergabung dengan Harian Surya Timur dan tabloid Timor File sebagai wartawan. Selanjutnya ia melepas status karyawannya itu, dan memilih menjadi penulis lepas. Tahun 2000, ia meliput forum diskusi tenaga kesehatan dan penyuluh Keluarga Berencana di Flores Timur. Mereka sedang merembuk kondisi kesehatan masyarakat setempat. Terungkaplah data bahwa di kawasan Flores Timur angka kematian ibu dan anak tinggi. Sebabnya, pertolongan medis terlambat pada kasus-kasus kelahiran emergensi, kelahiran yang disertai pendarahan hebat. Bila petugas medis dan semua perlengkapannya berada dalam jangkauan dan tepat waktu, kasus kelahiran darurat serta kasus-kasus pasien lainnya itu tidak sampai menghilangkan nyawa. Ingatan Mansetus pun terbang melayang ke masa kecilnya, tatkala ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Tragedi kematian serupa pernah menimpa banyak bocah dan balita di daerahnya. Sebabnya sepele, mereka terserang wabah diare. Sebenarnya penyakit ini tak mematikan karena obat-obat penangkalnya sudah tersedia. Tetapi, lagi-lagi masyarakat tak mampu menjangkau sarana kesehatan dengan cepat. “Puskesmas hanya ada di kota kecamatan yang jaraknya sekitar sepuluh kilometer dari desa kami,†kata Mansetus. Jarak yang jauh, infrastuktur jalanan yang buruk serta sarana transportasi yang nihil menjadi biang keladi. Pertolongan medis terlambat, nasib bocah-bocah penderita diare itu berakhir di liang lahat. Hampir setiap hari ini terjadi. “Celakanya, pemerintah pun tak tahu tentang wabah ini, karena waktu itu tak tersedia alat komunikasi,†tambahnya. Dua cerita itu, diare perenggut nyawa dan kelahiran emergensi yang mematikan, mengendap dalam batin Mansetus. Bayang-bayang muram maut itu menjadi semacam bahan bakar penyulut tekadnya. Kupang ia tinggalkan. Ia pulang kampung tetapi tidak di desa kelahirannya. Mansetus menuju Larantuka, Flores Timur yang berjarak 4 jam dengan perahu plus satu jam perjalanan darat dari Tagawiti, Ile Ape, Lembata. Dulu, Lembata menjadi bagian Kabupaten Flores Timur. Tahun 1999, pemekaran wilayah membuatnya mengibarkan bendera lambang kabupaten sendiri. Setiap nyawa di tanah tumpah darahya mesti diselamatkan. Langkah Mansetus mantap. Ambulans Motor Awal 2000, setelah pertemuannya dengan para petugas kesehatan itu, Mansentus berbuat sesuatu. Terbersit dalam benaknya untuk menghadirkan ambulans motor. Motor lebih fleksibel dan luwes merespon wilayah geografis Flores Timur. Sebenarnya struktur alam kawasan itu relatif rata, dominan oleh hamparan padang savana. Bentangan bukit hanya tampak di beberapa titik. Namun, kondisi jalan berlubang menganga di banyak tempat, jalanan yang sekadar dikeraskan dengan tumpukan bebatuan lepas serta beratnya medan yang mesti ditempuh (panas dan berdebu bila kemarau serta berlumpur dikala penghujan tiba), lebih memungkinkan ditempuh dengan motor. Motor lebih gesit menjangkau desa-desa yang jauh di pelosok, berpuluh kilometer dari kota kecamatan. Motor lebih mudah pula naik turun perahu menyeberang pulau. Transportasi umum yang ada di wilayahnya sebatas truk yang disulap menjadi mobil penumpang. “Truk ini hanya beroperasi seminggu sekali pada hari pasar yang berlangsung di pusat kecamatan,†cerita Mansetus. Dengan demikian, andaikata ada seorang yang sakit pada hari Rabu, sedangkan truk penumpang berjalan pada hari Selasa, maka si pasien harus menunggu satu minggu lagi untuk bisa sampai ke Puskesmas di kota kecamatan. Sementara penduduk yang memiliki sepeda motor langka. Alat transportasi yang tersedia setiap saat hanya ojek motor. Namun, sarana angkutan ini tak ramah di kantong. Ongkos ojek mahal, tak terjangkau. Harganya jauh lebih tinggi dibanding struk tagihan berobat. Infrastruktur jalan yang buruk dan alat transportasi yang tak memadai menghambat warga Flores Timur pedesaan menjangkau fasilitas kesehatan dengan cepat. Juga sebaliknya, petugas kesehatan pun menjadi tak leluasa mendatangi seluruh warganya. Fasilitas kesehatan masih terbatas baik dalam ketersediaan sumber daya manusia (SDM) maupun kelengkapan prasarana pendukung seperti alat transportasi. Puskemas hanya ada di kecamatan dan ada sebuah saja rumah sakit di ibu kota kabupaten. Praktis dukun kampung menjadi pilihan tempat berobat satu-satunya. Pengobatan non medis ini, kenang Mansetus, tak mampu menyelamatkan nyawa-nyawa yang membutuhkan pertolongan cepat: persalinan emergensi pun pasien-pasien darurat lainnya. Kisah duka kematian pun tak terbendung. (Ernaningtyas) YKS, Yayasan Kesehatan untuk Semua https://jayakartanews.com/yks-yayasan-kesehatan-untuk-semua/ Mansentus langsung tancap gas dengan gagasan mewujudkan Ambulans Motor demi aksi kemanusiaan di wilayah Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Ia menyusun strategi dan lantas mengeksekusinya. Semua proses tahapan dijalani, setapak demi setapak, namun pasti. Awalnya ia mendirikan Yayasan Kesehatan untuk Semua (YKS). Segala tetek bengek untuk kepentingan legal formal ia urus. Tahun 2002, ambulans motornya siap meluncur, mengantarkan pasien menuju Puskesmas atau sebaliknya membawa petugas kesehatan mendatangi rumah-rumah warga. Mansetus beruntung, pendukung gagasannya berdatangan sambung menyambung. “Banyak komunitas merespon positif ide menghadirkan Ambulans Motor ini,†tuturnya. Aneka bantuan itu tak datang begitu saja selayaknya hujan mengguyur bumi. Kerjasama dengan organisasi atau komunitas sepeda motor ia bangun. Mansetus bekerja keras membuat dan menyodorkan proposalnya ke berbagai pihak hingga ke manca negara. Kerja keras itu tumbuh dari lubuk hati yang bersih, tanpa pamrih. Di awal program, YKS mendapat bantuan 12 unit sepeda motor dari komunitas motor Abate of Indiana, Abate of Alaska, Abate of Suburban Chapter. Komunitas Millennium Rider mereka tunjuk untuk mengucurkan bantuan motor itu. “Selanjutnya, bantuan kami terima dari Overland Magazine, Forum Tiger 8000 Inggris yang didonasikan melalui Motorcycle Outreach Inggris, Astra Indonesia, AusAid melalui program AIPMNH, Shell Indonesia dan Kedutaan Jepang di Indonesia,†papar Mansetus. Instansi terakhir, Kedutaan Besar Jepang, mendonasikan 11 unit sepeda motor dan tiga unit mobil ambulans yang baru dioperasikan November 2019. “Mobil ambulans itu tidak kami minta, mereka memberikan begitu saja,†imbuhnya. Mansetus mengakui, hampir semua bantuan yang diterima YKS berasal dari komunitas asing. Hanya Astra donatur yang berasal dari negeri sendiri. Ada satu lagi, Yamaha. Yamaha memberikan bantuan beberapa unit motor yang boleh dibeli dengan harga pabrik. Mansetus memaparkan bahwa tidak satu pun armada ambulans motornya berasal dari pemerintah Indonesia. “Dulu, saya pernah memasukkan proposal ke Pemerintah Kabupaten Sikka, Pemerintah Kota Kupang, dan Kementerian Kesehatan, tetapi mereka tidak menanggapi,†jelas Mansetus. Ia mengaku kecewa. Tetapi rasa kecele itu menurutnya tak seberapa. Sebab, semua proposal itu dilayangkan lewat pos, sehingga dirinya tidak pernah berhadapan langsung. Saat ini YKS mengoperasikan 15 unit ambulans motor dan tiga unit mobil ambulans. Semua armada itu tersebar di lima kecamatan di seputar Kabupaten Flores Timur. Riciannya tiga unit motor di Kecamatan Solor Barat, Kecamatan Wutan Ulumado, dan Kecamatan Adonara Barat, dua unit di Kecamatan Adonara Tengah, satu unit motor di Kecamatan Lewolema. Tiga armada sisanya digunakan untuk kegiatan monitoring dan diseminasi informasi tentang kesehatan dasar. Tiga unit mobil ambulans ditempatkan di Kecamatan Adonara Tengah, Adonara Barat serta Wutan Ulumado. Para pengguna ambulans motor YKS adalah petugas kesehatan termasuk bidan, dokter juga perawat yang digaji pemerintah. YKS meminjamkan armada ambulans motornya untuk operasional petugas kesehatan itu, tanpa memungut uang sewa alias gratis. Hanya bahan bakar, oli, dan suku cadang pengganti yang harus dibiayai oleh pemakai. Setiap interval jarak mencapai 2000 km, armada bergerak ke YKS untuk diservis. Biaya servis ini juga gratis. Sementara moda yang sudah tua dilelang untuk membiayai peremajaan motor Begitulah daur kehidupan Ambulans Motor YKS. Mansetus bercerita, sampai dengan saat ini YKS masih terkendala dalam hal penyediaan peralatan bengkel, suku cadang kendaraan dan minyak pelumas. Untungnya, Mansetus menerapkan tata kelola bengkel dengan sistem kerusakan minimum. Upaya ini membuat usia motor menjadi lebih lama lantaran jarang terjadi kerusakan. (Ernaningtyas)  Tentang Gaji yang tak Pasti
pasti setiap bulan kami bisa gajian, karena memang tidak ada uang. Rata-rata tiga bulan sekali YKS baru mampu mengucurkan gaji†cerita pria kelahiran 5 Januari 1973 ini. Hampir tak ada kendala yang dihadapi Mansetus dalam menegakkan sekaligus mengibarkan bendera YKS. Antusias para donatur motor sangat layak ia acungi dua jempol. Namun, di awal perjalananannya YKS memiliki “pe-er†yang mesti dicari solusinya. Tak ada pos dana untuk beaya operasional. “Setelah satu tahun berjalan, tepatnya 2003 kami membuka bengkel untuk umum,†papar Mansetus. Kegiatan itu menghasilkan dana segar. Operasional yayasan termasuk sumber gaji personil diambil dari pundi-pundi ini. Bengkel umum itu bisa menjawab solusi pendanaan, walau tak tuntas. Gaji karyawan tetap saja tak pasti. Sementara ketiga personil itu telah memiliki keluarga. Mansetus sendiri menikah tahun 2006 dan dikaruniai seorang putri kelas satu SMP. Enam jam waktu yang mereka alokasikan untuk YKS. Selebihnya, masing-masing menggunakan waktu untuk kepentingan pribadi, termasuk melakukan pekerjaan lain untuk menambah penghasilan. Demikian pula Mansetus. “Sekarang ini saya sedang menanam jagung,†kata Mansetus yang mengerjakan sendiri kegiatan bertaninya. Rupanya sumber ketahanan finansial Mansetus lainnya tak hanya berasal dari lahan pertanian. Ada beberapa sumber: membuka warung kecil-kecilan dan tetap menjadi penulis lepas. “Kadangkala ada teman pers dari Jakarta yang meminta saya melaporkan sesuatu dari sini (Flores Timur),†tambahnya. Semua pos pemasukan itu, menurut Mansetus, saling melengkapi untuk menghidupi keluarga. (Ernaningtyas) Berkah di Angka Merah
Data tabel menunjukkan perbedaan dramatis. Angka nol mendominasi tabel dengan tinta merah. Itu berarti, di daerah yang diintervensi program YKS, angka kematian menukik tajam. Sebaliknya angka hitam adalah kondisi angka kematian secara umum di daerah-daerah yang masyarakatnya belum tersentuh layanan kesehatan yang memadahi. Tak ada angka nol yang digores dengan tinta hitam. Ini berarti, kawasan-kawasan yang tidak diintervensi, kematian menjadi momok bagi pasien yang terlambat mendapatkan pertolongan medis.
dalam lima tahun periode yang sama terjadi 22 kasus kematian ibu. Di areal bebas intervensi, angka kematian bayi 0-11 bulan pada periode 2013-2017 mencapai 257 kasus. Sedangkan daerah yang diintervensi angka kematianya berada di posisi 34 kasus. Kematian Balita 0-59 bulan di tempat yang tidak ada intervensi nangkring di angka 103, sementara daerah yang mendapat intervensi kasus kematiannya tak tembus angka 10. Data tahun 2019 pun merujuk pada angka prestasi yang kurang lebih sama. Di kawasan intervensi, pada semester pertama tahun ini, kematian ibu nol kasus, kematian bayi usia 1-3 bulan pun nol kasus. “Kematian neo, pada bayi berusia 1-28 ada empat kasus dan ada lima kasus lahir mati,†urai Mansetus. Ia menambahkan bahwa untuk semester kedua tahun berjalan ini, belum semua data masuk sehingga belum dilakukan rekapitulasi. Melihat YKS berhasil menyelamatkan banyak nyawa ibu dan balita, Mansetus cukup puas. Namun, ia tak lantas berhenti. Kabupaten Flores Timur terdiri dari 15 kecamatan. Baru lima kecamatan yang diintervensi Ambulans Motor. Belum lagi kabupaten-kabupaten lain, bukan hanya yang seprovinsi tetapi juga di belahan provinsi-provinsi yang terserak di seluruh penjuru Indonesia, pasti masih banyak yang belum terlayani fasilitas kesehatan secara mumpuni. “Saya mengharapkan YKS bisa melakukan ekspansi ke wilayah lain di Indonesia yang memiliki masalah yang sama,†tutur Mansetus. Sepak terjang Mansetus menuai apresiasi dari berbagai pihak. Seabrek penghargaan ia sabet. Tahun 2010: SATU Indonesia Award dari Astra International; Tahun 2011: MDG Awards dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk pencapaian MDGs; Tahun 2013: Masuk Nominasi Liputan6 SCTV Award; Tahun 2013: Apresiasi The AusAID Indonesian Social Innovator Award Kategori Serving The Last Mile Diberikan Yayasan Kopernik dan Hubud bekerja sama dengan Australian Agency for International Development (AusAID); Tahun 2014: MNC TV Pahlawan untuk Indonesia; Tahun2018: Inisiatif Ambulans Motor dipilih menjadi bagian dari kampanye global Shell bertajuk “Shell Advance – Outride Anythingâ€; Tahun 2019: masuk nominiasi SDG Global Action. Tahun 2019: Pengharagaan Smart Parctices dari Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI). Mansetus yang kemana-mana mengendarai motor pribadinya itu memiliki semboyan hidup sebagai penyemangatnya, “Untuk sampai ke tempat tinggi kau harus melewati jalan di mana kau tak berarti apa-apa. Untuk meraih apa pun yang tidak kau miliki engkau harus mengabaikan cara-cara kepemilikan. Dan untuk mengetahui apa yang belum kau ketahui engkau harus melalui ketidaktahuan,†paparnya. Saat banyak orang kemaruk memburu kehidupan yang serba wah, tatkala materi dikejar demi gengsi dan harga diri, ketika pesta dan pesiar menjadi semacam oksigen yang menjamin nadi berdenyut normal, Mansetus terus setia membesarkan YKS demi menyelamatkan nyawa anak bangsa. Satu impiannya yang ingin segera ia wujudkan, menghadirkan ambulans perahu. Ini penting untuk menjawab kondisi wilayah di daerahnya yang bertaburan pulau-pulau kecil, bagai manikmanik penghias katulistiwa bila diteropong dari angkasa. (Ernaningtyas) |