Menjaga Ekosistem Lewat Pertanian Organik di Mojokerto
Media Online https://www.solopos.com/menjaga-ekosistem-lewat-pertanian-organik-di-mojokerto-bagian-1-1038306
Oleh: Abdul jalil , Kategori: Wartawan (Solopos)

Menjaga Ekosistem Lewat Pertanian Organik Di Mojokerto (Bagian 1)



 Para petani organik di Desa Claket, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, mengikuti proses inspeksi organik di kabun Kelompok Tani Madani, Minggu (22/12/2019). 

 

MOJOKERTO -- Kabut masih menyelimuti kawasan Desa Claket, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Minggu (22/12/2019) pagi. Udara pagi itu juga cukup dingin sehingga sebagian orang enggan melepas jaketnya.

Di desa yang diapit dua gunung, Gunung Welirang dan Penanggungan, itu, mayoritas warga bekerja sebagai petani sayuran. Karena tanah di desa itu sangat subur, berbagai sayuran tumbuh dengan baik.

Pagi itu, tiga petani yakni Sati, Sri Munasifah, dan Purwati sedang merawat tanaman sayuran. Ketiga ibu-ibu itu mencabuti rumput yang tumbuh liar di sekitar tanaman dan menyirami tanaman-tanaman itu.

Tiga petani tersebut merupakan petani yang ada di bawah naungan Kelompok Tani Madani yang didirikan Maya Stolastika Boleng. Kelompok tani ini fokus bertani organik.

Kelompok Tani Madani ini menjadi satu-satunya kelompok tani yang bercocok tanam dengan sistem organik di Desa Claket. Tanaman mereka bersih dari pestisida dan pupuk kimia. Sayuran yang ditanam di kebun itu semuanya dirawat dengan pupuk ramah lingkungan seperti pupuk kandang dan kompos.

Maya merupakan perempuan muda asal Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Dia tertarik dengan produk pertanian organik sejak masih kuliah di Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Kala itu, hampir semua petani di Desa Claket belum tertarik dengan pertanian organik. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk turun ke masyarakat dan memperkenalkan pertanian organik.

Tidak ada jalan yang mulus dalam perjuangan. Kalimat tersebut sangat cocok untuk menggambarkan perjuangan Maya untuk mengubah pola pikir para petani dalam mengolah lahannya. Mereka masih sulit untuk meninggalkan pertanian yang bergantung pada pupuk kimia dan pestisida.

Perempuan yang saat ini berdomisili di Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, ini mulai membentuk Kelompok Tani Madani pada 2017. Kala itu, ia memperkenalkan pola pertanian organik kepada para petani di sebuah acara di desa setempat yang dihadiri sekitar 40 orang.

Di forum itu, Maya menjelaskan mengenai pola bertani organik yang ramah lingkungan.

“Pola pertanian yang bergantung pada pupuk kimia dan pestisida bisa merusak keseimbangan alam. Karena melalui sistem pertanian konvensional itu, alam dipaksa dengan penggunaan pupuk kimia. Ekosistem dalam lahan itu lama-kelamaan juga pasti rusak. Hasil panennya pasti tidak sehat karena sayuran tersebut bercampur dengan zat-zat kimia,” jelas Maya yang ditemui kami di kebun Kelompok Tani Madani, Minggu.

Di forum itu, hanya ada lima petani yang tertarik untuk mengembangkan pertanian organik. Sedangkan petani lain belum tertarik mengikuti jejak pertanian ramah lingkungan itu.

Meski begitu, Maya tidak berkecil hati dan putus asa untuk mengajarkan pola tanam yang diyakininya baik itu. Menurutnya, penolakan para petani karena mereka belum tahu manfaat pertanian organik.

“Ini justru menjadi tantangan, karena memang petani itu butuh bukti bukan hanya teori. Saya bersama Herwita [teman satu kampusnya] kemudian melatih secara intensif lima petani yang mau belajar tentang pertanian organik,” jelas dia.

Mindset

Tahap awal, lima petani Desa Claket itu tidak diajari soal pola pertanian organik secara langsung, tetapi pola pikir mereka terhadap alam dan tanaman diubah. Melalui pola tanam organik ini, para petani diajarkan untuk lebih bersabar dalam merawat tanamannya mulai dari saat menanam hingga panen.

Tidak ada intervensi pertumbuhan dalam pola pertanian organik ini. Jadi, tanaman dibiarkan hidup sesuai fasenya. Petani hanya diperbolehkan menggunakan pupuk kompos, pupuk kandang, atau pupuk alami lainnya untuk memberikan nutrisi tambahan.

Sedangkan untuk memberantas hama perusak, petani tanaman organik dilarang menggunakan pestisida. Mereka dilatih untuk membuat pengusir hama dengan bahan-bahan alami. Selain itu juga memanfaatkan tanaman bunga sebagai pencegah hama.

“Karena tidak ada intervensi untuk mempercepat pertumbuhan dan masa panen, sehingga waktu panen pun berbeda antara tanam dengan pola organik dengan pola konvensional. Semisal, sama-sama menanam wortel dengan pola tanam yang berbeda. Biasanya untuk pola tanam konvensional tiga bulan sudah panen. Sedangkan yang menggunakan pola tanam organik bisa enam bulan baru panen,” ujarnya.

Selanjutnya, lima petani tersebut kemudian diberi fasilitas lahan seluas 2.500 meter persegi. Masing-masing petani mendapatkan lahan rata-rata 500 meter persegi. Setiap lahan harus ditanami dengan lima jenis sayuran berbeda. Bibit sayuran disediakan Kelompok Tani Madani.

“Kami mempunyai 30 jenis bibit sayuran, ada pagoda, wortel, selada, caisim, dan lainnya. Jadi sayuran yang ditanam harus berbeda satu dengan lainnya. Dan pola penanaman wajib organik,” ujarnya.

Kelima petani itu kemudian mempraktekkan pengetahuannya soal pertanian organik ini di lingkungannya. Mereka mengawalinya di rumah masing-masing dengan menanam sayuran di tanah pekarangan.

Hari demi hari berlalu, sayuran yang ditanam para petani itu pun tumbuh sempurna. Hingga akhirnya para petani itu mulai menjual hasil panennya.

Tidak hanya diajari bercocok tanam saja, lanjut Maya, mereka juga dilatih untuk memilah dan menyortir hasil panen yang layak untuk dijual. Sehingga sayuran yang dijual benar-benar berkualitas.

Mulai Dilirik

Perjuangan Maya untuk memperkenalkan pertanian organik kepada para petani di Desa Claket tidak sia-sia. Itu terbukti dengan semakin bertambahnya petani di desa itu yang tertarik bertani organik.

Maya kemudian membentuk dua kelompok tani organik baru yang diberi nama Kelompok Tani Swadaya dan Kelompok Mia Tani. Dua kelompok tersebut memiliki tanaman produksi yang berbeda dari pendahulunya.

Kelompok Tani Swadaya difokuskan menanam buah blackberry dan raspberry. Sedangkan Kelompok Mia Tani khusus menanam buah stroberi.

“Untuk petani yang bergabung di Kelompok Tani Swadaya ada empat orang dan Mia Tani ada enam orang,” ujar perempuan kelahiran 1985 itu.

Dua kelompok tani itu juga mendapat tanah garapan yang masing-masing seluas 500 meter persegi. Di lahan itu, para petani juga dilatih menanam dan merawat tanaman buah-buahan tersebut dengan pola pertanian organik.


Menjaga Ekosistem Lewat Pertanian Organik Di Mojokerto (Bagian 2)

 Maya Stolastika Boleng, petani muda penggerak pertanian organik, Minggu (22/12/2019).

 

MOJOKERTO -- Selama ini salah satu yang dikeluhkan para petani yakni murahnya harga jual hasil panen ke tengkulak. Padahal harga beli konsumen biasanya bisa berkali-kali lipat dari harga jual petani. Rantai distribusi yang tidak sehat ini menjadi momok bagi petani pada saat masa panen.

Maya sendiri pernah mengalami pahitnya menjadi korban permainan harga di pasaran. Sebelum terjun memberdayakan para petani di Desa Claket, Maya juga sempat menjadi petani sayuran di desa tersebut.

Pada tahun 2008, saat itu dirinya masih semester enam di jurusan Sastra Inggris Unesa. Ia bersama empat temannya yaitu Herwita, Maharani, Redzania, dan Mayang, mengumpulkan uang dari hasil berjualan pulsa dan menjadi guru bimbingan belajar. Setelah uang terkumpul, akhirnya lima sekawan itu memutuskan berinvestasi di bidang pertanian organik.

Mereka menyewa lahan seluas 1 hektare di Desa Claket. Lantaran harus melanjutkan kuliah, mereka memperkerjakan buruh tani untuk mengelola kebun.

Hingga akhirnya masa panen tiba. Dari 1 hektare kebun itu, hasilnya mencapai setengah ton sayur-sayuran organik. Mereka pun membawa hasil panen itu ke Pasar Induk Surabaya. Sesampainya di pasar, setengah ton sayuran itu pun dibeli dengan harga murah oleh tengkulak. Maya mengingat harga sayur organik tersebut hanya dihargai Rp500/kg. Dengan berbagai pertimbangan, sayuran organik yang diangkut menggunakan kendaraan pikap itu diserahkan kepada tengkulak.

“Saya saat itu memang awam soal penjualan hasil panen. Saya yakin di pasar ada mafia yang bekerja untuk mempermainkan harga. Jadi petani menjual hasil panen sangat murah, kemudian di pasar dijual dengan harga tinggi,” ujar Maya.

Dari pengalaman tersebut, ia ingin memutus rantai distribusi hasil panen yang tidak adil itu. Melalui kemajuan era teknologi, Maya pun tidak mau ketinggalan memanfaatkan sosial media untuk memasarkan hasil panen para petani bimbingannya.

Maya kemudian mendirikan Twelve’s Organic sebagai tempat berjualan seluruh hasil panen di tiga kelompok tani organik bimbingannya. Jadi, seluruh hasil panen dijual oleh tim Twelve’s Organic. Petani hanya bekerja sampai sortir hasil panen. Sedangkan untuk packaging hingga distribusi sayuran sampai ke tangan konsumen adalah tugas tim pemasaran. Untuk membantu dalam menangani pendistribusian produk hingga pemasaran, Maya dibantu sepuluh petani muda untuk mengelola Twelve’s Organic.

Penjualan produk sayur organik ini dilakukan secara langsung ke konsumen tanpa perantara dengan memanfaatkan aplikasi perpesanan WhatsApp. Saat ini ada sekitar 90 konsumen yang siap membeli sayuran organik dari Twelve’s Organic. Selain itu, juga menyuplai kebutuhan sayuran organik dua supermarket dan dua restoran di Surabaya.

“Kami punya list konsumen tetap. Sebagian besar orang Surabaya. Jadi saat panen, kami akan mengirimkan daftar sayuran yang dipanen melalui WA. Kemudian, konsumen akan memesan sayuran organik itu,” jelas Maya.

Waktu panen sayuran yaitu dua kali dalam sepekan. Dalam sekali panen rata-rata bisa mendapatkan 20 kg berbagai jenis sayuran. Karena hasil panen terbatas, untuk penjualan ini pun menerapkan prinsip keadilan. Jadi seluruh barang yang dijual tidak boleh diborong hanya satu orang konsumen saja. Tetapi akan dibagi kepada seluruh konsumen yang memesan.

Untuk harga sayuran yang dijual memang lebih mahal dibandingkan harga jual sayuran dengan pola tanam konvensional. Semisal harga 1 kg sayuran organik seharga Rp30.000, untuk sayur dengan pola tanam konvensional hanya Rp10.000 per kg.

Dengan sistem penjualan seperti ini, petani tidak akan pernah dirugikan karena harga bisa dikontrol dan disesuaikan dengan biaya perawatan dan modal awal. Hasil penjualan itu nantinya akan diberikan kepada petani penggarap sebulan sekali. Untuk nilainya berkisar antara Rp400.000 sampai Rp1.000.000 per bulan per petani.

“Masing-masing petani penghasilannya berbeda-beda tergantung banyaknya hasil panen. Selain bisa menjualnya, petani juga tidak perlu membeli sayur untuk dikonsumsi di rumah,” katanya.

Seorang petani anggota Kelompok Tani Madani, Purwati, 42, mengaku telah menerima manfaat yang cukup besar setelah mengikuti kelompok tani ini. Selain mendapatkan ilmu tentang pertanian organik, juga mendapatkan kesempatan mencari uang tambahan dari hasil berkebun.

Menurutnya, uang yang didapatkan dari menjual hasiln panen sayur organik lumayan untuk membantu perekonomian keluarga. “Uangnya bisa untuk tambahan belanja dan memberikan uang saku kepada anak sekolah,” ujar Purwati.

Warga Desa Claket ini menyampaikan dirinya juga telah mempraktekkan ilmu bertanam organik ini secara mandiri di rumahnya. Sejumlah sayuran berhasil ditanam di pekarangan rumah. Cara ini dilakukan supaya para tetangga mengikuti jejaknya bertani organik.

Selain menjual secara langsung kepada konsumen, Maya juga membuka sistem penjualan berkonsep garden fresh market atau memetik sayur sendiri di kebun. Konsumen bisa langsung mendatangi kebun di bawah Twelve’s Organic dan memetik sayuran sesuka hati. Setelah itu, sayur yang sudah dipetik dibersihkan dan ditimbang serta dibayar.

Konsep penjualan seperti ini ternyata menarik perhatian konsumen, karena konsumen bisa berkebun sekaligus menikmati sayuran organik yang menyehatkan. Kini, kebun organik di Twelve’s Organic juga menjadi jujukan orang yang ingin belajar tentang pertanian organik. Selain itu, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi juga banyak yang magang di kebun tersebut.

Kualitas Terjamin

Setiap sayuran dan buah-buahan yang ditanam di tiga kebun Twelev’s Organic dipastikan benar-benar produk organik. Kualitas tanaman organik tersbeut secara rutin dipantau oleh petugas partisipatif dari Penjaminan Mutu Organik Indonesia (Pamor). Petugas penjamin kualitas tanaman organik rutin melakukan inspeksi organik di kebun-kebun sayuran organik.

Inspeksi organik, kata Maya, dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa sayuran tersebut benar-benar organik. Hal itu dilihat dari pola tanam dan pemberian pupuk. Pamor merupakan sistem penjaminan yang mendukung dan mendorong kelompok tani untuk meningkatkan hal-hal terkait praktik pertanian organik.

“Melalui Pamor ini, petani bisa mendapatkan penjaminan mutu organik tanpa mengeluarkan biaya yang cukup banyak. Karena dalam Pamor ini petani akan mendapatkan sertifkasi penjaminan organik,” kata dia.

Petugas inspeksi organik partisipatif Pamor, Septian Eko Sasmito, mengatakan ada sederet pertanyaan yang harus dijawab oleh para petani organik. Petani harus menjawab pertanyaan-pertanyaan ini sesuai dengan apa yang telah dilakukan dalam merawat tanaman organik mereka.

“Ini untuk menjamin bahwa sayuran yang ditanam para petani ini benar-benar organik dan tidak sekadar klaim,” ujarnya.


Menjaga Ekosistem Lewat Pertanian Organik Di Mojokerto (Bagian 3-Habis)

 

 

MOJOKERTO -- Perjalanan hidup Maya Stolastika Boleng sebagai petani organik ini tidak diperoleh secara instan. Perempuan itu menghabiskan waktu bertahun-tahun menjadi petani organik. Melalui perjalanannya itu, ia semakin yakin untuk berkontribusi memperbaiki pertanian di negeri ini melalui jalan tersebut.

Pengetahuannya tentang pertanian organik sebenarnya dipicu saat ia mengikuti kelas yoga di Unesa. Saat mengikuti kelas yoga, ia mendapatkan pelajaran tentang arti penting keseimbangan kehidupan.

Hingga akhirnya, Maya bertemu dengan seorang agamawan di Desa Claket. Seorang biarawati itu mengajarkan soal pertanian organik kepada Maya. Dengan penuh ketelatenan, ia mulai bercocok tanam dengan pola organik. Maya mantap untuk terjun di pertanian organik pada 2008.

Melalui pertanian organik ini, Maya bisa berjuang untuk memperbaiki lahan pertanian yang bergantung pada pupuk kimia dan pestisida. Menurutnya, prinsip dalam pertanian organik yaitu perbaikan lingkungan dan kesehatan.

“Saya ingin berkontribusi untuk memperbaiki lingkungan. Dengan jalan ini, saya bisa mengubah lahan pertanian supaya lebih sehat,” ujar Maya.

Untuk melanjutkan perjuangannya itu, Maya harus merelakan untuk tidak menerima tawaran pekerjaan dari perusahaan produk organik dari Jerman selepas wisuda pada tahun 2011. Selain itu, dia juga harus merelakan diri meninggalkan gemerlap Kota Surabaya dan menepi di kawasan perdesaan.

“Orang tua pun sempat menentang langkah ini. Tetapi dengan penjelasan, akhirnya bisa menerima dan mendukung perjuangan saya,” ujarnya sembari menyampaikan saat itu orang tua menginginkan supaya dirinya bekerja sesuai jurusan kuliahnya.

Dia meyakini satu hal, setiap orang pasti ingin mengonsumsi sayuran sehat. Sayuran sehat adalah sayuran organik. Sehingga, pertanian organik adalah masa depan yang menjanjikan.

Melalui pola tanam ini, Maya berharap para pemuda mau melirik dan menjadi petani. Karena, pertanian organik sangat menguntungkan dan juga sekaligus bisa menjaga lingkungan.

Atas konsistensinya menanam sayura organik bersama kawannya, Herwita. Akhirnya pada 2016, Maya dan Wita menjadi finalis Duta Petani Muda. Selain itu, Maya juga dipercaya untuk memimpin Aliansi Organik Indonesia (AOI) periode 2017-2020.

Perjuangan Maya yang tidak kenal lelah memperkenalkan pertanian organik kepada petani ini pun dilirik oleh juri dalam pemilihan penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2019. Oktober 2019,  Maya Stolastika Boleng akhirnya terpilih sebagai penerima apresiasi SATU Indonesia Awards untuk bidang lingkungan.

“Saya sungguh tidak menyangka sama sekali, saya bisa terpilih untuk mendapatkan penghargaan itu. Karena saya merasa apa yang saya lakukan ini hal kecil,” kata Maya.

Maya berharap melalui apresiasi SATU Indonesia Awards ini bisa menginspirasi para pemuda untuk mau terjun di dunia pertanian. Melalui pengalamannya, ia yakin bahwa pertanian organik merupakan masa depan pertanian di Indonesia. Sehingga para pemuda tidak perlu ragu untuk mulai terjun ke sawah. #KitaSATUIndonesia #IndonesiaBicaraBaik 

.