Pemberdayaan Ekonomi dalam Harmoni Alam dan Tradisi di Desa Menari
Media Online https://www.suaramerdeka.com/news/baca/156137/pemberdayaan-ekonomi-dalam-harmoni-alam-dan-tradisi-di-desa-menari
Oleh: Siti Masudah Isnawati , 28 December 2018Kategori: Wartawan (Suara Merdeka)

Pemberdayaan Ekonomi dalam Harmoni Alam dan Tradisi di Desa Menari

Kabut tipis perlahan turun menyelimuti permukiman warga di Desa Menari, desa wisata di Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Senin (24/12) siang. Di sebuah rumah, Tegar Ariandhita (9) tengah merias diri. Dengan tangan kiri memegang cermin, Tegar menyapukan bedak ke seluruh wajah. Bersama tujuh anak lainnya, Tegar tengah bersiap menampilkan tari geculan bocah di hadapan tamu yang berkunjung ke Desa Menari hari itu.

Di belakang Tegar, tampak Riyono (25) pelatih tari bocah-bocah itu, sedang merias anak yang lain. “Kang, setelah ini aku ya,” kata Haikal (5), penari paling kecil di antara para penari geculan bocah. Sembari menunggu giliran, Haikal memilih kostum tari yang seukuran tubuh mungilnya. “Nah, ini kecil. Pas buat aku,” kata Haikal kepada Hosea yang juga berusia lima tahun.

Para penari cilik yang telah dirias, kemudian mengenakan kostum masing-masing. Kadang, mereka saling membantu, terutama pada bagian melilitkan kain batik di perut dan memasang ikat di kepala. Sesekali, Riyono merapikan penampilan mereka. Sembari bocah-bocah mempersiapkan diri, di beranda rumah, sejumlah pemuda dan orang tua sudah siap dengan berbagai alat musik untuk mengiringi tarian geculan bocah.

Begitulah kesibukan warga Desa Menari saat dikunjungi tamu. Hari itu, Desa Menari kedatangan rombongan keluarga dari Kota Semarang sebanyak sebelas orang. Setelah semua tamu berkumpul di pendopo yang sedang direnovasi, delapan penari cilik itu pun muncul.

Mereka dengan lincah meliukkan tubuh mengikuti tetabuhan para pemusik. Para tamu terlihat antusias menyaksikan seni tradisi masyarakat itu. Berulang kali para tamu tertawa saat penari cilik itu menampilkan gerakan yang jenaka. Beberapa tamu juga ikut menggerakkan badan dan mengajak bayi yang digendongnya untuk bergoyang mengikuti musik yang mengiringi tarian. Usai anak-anak tampil, para tamu belajar menari didampingi penari dewasa.

Menyaksikan seni tradisi dan belajar menari, hanyalah sepotong kenangan yang bisa disimpan di memori saat berkunjung di Desa Menari. Karena selain itu, masih banyak atraksi lain yang bisa dinikmati di Desa Menari.

Sebelumnya, tamu-tamu itu diajak menikmati suasana alam pedesaan sembari belajar bercocok tanam. Mereka juga diajari mengolah susu sapi dari hasil budidaya masyarakat menjadi sabun susu. Tidak hanya itu, mereka juga diajak melihat proses pembuatan tahu yang diproduksi Kelompok Usaha Bersama Dwi Manunggal.

Sehari sebelumnya, tamu-tamu itu disuguhi tari topeng ayu yang ditampilkan remaja putri Dusun Tanon. Mereka juga berkesempatan belajar gamelan bersama warga dan bermain permainan tradisional gobak sodor. 

Salah seorang pengunjung dari Kota Semarang, Tuti Budi (60) mengatakan, keluarganya memilih berlibur di Desa Menari karena suasana alamnya. “Kami ingin liburan dengan suasana pedesaan. Suasana seperti ini kan jarang di Kota Semarang. Di kota udaranya kotor. Sedangkan di sini udaranya bersih. Suasana kegotongroyongannya juga masih kental,” terangnya.

Tuti bersama keluarganya berada di Desa Menari sejak Minggu (23/12). Keluarga ini menginap di homestay-homestay yang disediakan warga. Besan Tuti, Pardi (63) menambahkan, selain menikmati suasana alam pedesaan, mereka juga belajar banyak hal selama berada di Desa Menari.

“Di sini enak. Selain menikmati alam pedesaan, kami juga belajar menari, belajar gamelan. Kami juga diajari membuat sabun susu,” tambah Pardi. Sebelum pulang, mereka berbelanja hasil pertanian warga.

Desa Menari merupakan desa wisata budaya dan ekonomi kreatif binaan PT Astra International Tbk dalam program Kampung Berseri Astra (KBA). Dalam satu tahun, Desa Menari rata-rata dikunjungi 1.500 hingga 2.500 pengunjung dengan pemasukan antara Rp 100 juta hingga Rp 260 juta.

Pengunjung tidak hanya berasal dari berbagai kota di wilayah Jawa Tengah, tetapi juga dari Jakarta dan Surabaya. Bahkan, dari beberapa negara di Asia Tenggara seperti Singapura dan Filipina. Dari pengelolaan Desa Menari, selain memberi tambahan pendapatan bagi masyarakat setempat, warga juga bisa membangun desa secara mandiri tanpa uluran dana dari pemerintah.

Desa Menari menjadi bukti, sebuah desa bisa diberdayakan dan dibina menjadi desa wisata mandiri. Desa Menari menjadi desa wisata mandiri dengan bertumpu pada sumber daya alam, seni tradisi setempat, serta pemberdayaan masyarakat.

Desa Tertinggal

Dusun Tanon yang masuk wilayah Desa Ngrawan berada di kaki Gunung Telomoyo. Dulu, Desa Ngrawan dikenal sebagai desa miskin. Bahkan, Desa Ngrawan masuk program Inpres Desa Tertinggal (IDT).

Jalan desa berupa batu, tidak beraspal. Mata pencaharian utama yang ditekuni masyarakat, bertani dan beternak, belum memberi kesejahteraan. Anak-anak yang melanjutkan pendidikan menengah atas pun jarang. Kebanyakan anak-anak di Desa Ngrawan hanya lulus SD dan SMP.

Namun, itu kisah lampau. Desa miskin dan tertinggal itu kini telah menjadi desa wisata mandiri dan ditetapkan Kementerian Sosial sebagai Desa Sejahtera Mandiri pada tahun 2016 lalu.

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Menari yang juga inisiator Desa Menari, Trisno (37) mengatakan, perjalanan Desa Menari menuju desa wisata mandiri dimulai sejak tahun 2009.

Trisno menyadari, Dusun Tanon menyimpan kekayaan sumber daya alam berupa  pemandangan alam yang indah. Selain itu, hampir semua warga di Dusun Tanon secara turun temurun pelestari tarian rakyat. Trisno berfikir, jika keunikan sumber daya alam serta kearifan lokal itu dikelola secara optimal, bisa dijadikan modal untuk mengembangkan desa melalui wisata.

“Awalnya saya berfikir bagaimana membangun kemandirian masyarakat. Di sini potensinya tinggi. Tapi dari dulu sampai saya selesai kuliah, tidak ada perubahan berarti di sini. Kalau tidak ada yang mengawali, tidak akan ada perubahan,” kata Trisno.

Alumni Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta itu kemudian menggerakkan warga untuk mengelola sumber daya yang ada di desa. Dengan harapan, dari tempat sederhana itu bisa muncul perubahan-perubahan.

Bersama warga, Trisno kemudian mengembangkan outbond ndeso. Yakni pembelajaran di luar ruang dengan dolanan ndeso, seperti tangga manusia, pipa bocor, nguras samudra dan nabung kelerang.

Tiga tahun kemudian, Trisno bersama masyarakat sepakat merintis desa wisata sebagai ikhtiar untuk mengembangkan desa menuju kemandirian, kemajuan dan kesejahteraan. Awalnya desa wisata diberi nama Desa Wisata Tanon. Namun kalah pamor dengan Desa Tanon di Kabupaten Sragen. “Seringkali ada pengunjung yang mau ke sini justru nyasar ke Sragen,” terang Trisno.

Pada Desember 2012, bersama aktivis pariwisata Jawa Tengah, Kang Tris, begitu ia biasa disapa, kemudian mencari branding yang lebih pas untuk Desa Wisata Tanon. Akhirnya diputuskan “Desa Wisata Tanon” diganti menjadi “Desa Menari”.

Menurut Trisno, branding tersebut sangat sesuai karena secara turun temurun warga Dusun Tanon adalah pelestari kesenian tari rakyat. Selain itu, “Menari” juga merupakan akronim dari “Menebar Harmoni Merajut Inspirasi Menuai Memori” yang menjadi slogan desa wisata ini.

Trisno berharap, pengunjung yang datang ke Desa Menari merasakan harmoni dan keselarasan dengan alam, serta dengan masyarakat setempat. “Dengan adanya pengunjung yang datang, kami juga berharap masyarakat bisa belajar banyak dan mengambil inspirasi dari mereka. Sebaliknya, pengunjung yang datang ke sini juga kami harapkan bisa mengambil inspirasi dari kami meskipun setitik. Sehingga kedatangan pengunjung ke sini memberikan memori yang indah,” paparnya.

Desa Wisata Menari menawarkan enam paket wisata dengan tiga tema utama. Konservasi petani peternak, konservasi dolanan tradisi masa lalu dan konservasi kesenian masyarakat. Paket-paket wisata tersebut, di antaranya paket pembelajaran plus dolanan ndeso. Pengunjung yang memilih paket wisata ini akan diajak bermain empat dolanan ndeso, membuat sabun susu, memerah susu dan belajar gamelan.

Paket wisata lainnya pembelajaran. Meliputi belajar bertani, belajar beternak dan membuat dua olahan susu. Selain itu ada paket dolanan ndeso plus, yakni empat dolanan ndeso, gejog lesung, game air, titian tali, jembatan goyang dan flying fox.

Masih ada paket lainnya, yakni wisata homestay satu malam fun edukasi. Di sini, pengunjung akan menginap di rumah warga selama satu malam. Kegiatan yang akan dilakukan antara lain belajar mata pencaharian penduduk, bermain dolanan tradisional dan membuat produk kreatif.

Dalam paket-paket wisata itu, Desa Menari melibatkan hampir 98 persen penduduk, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Anak-anak terlibat sebagai penari, begitu juga remaja putri. Sementara remaja putra menjadi pemain musik.

Adapun orang tua, yang perempuan bertugas menyiapkan konsumsi untuk tamu. Sedangkan yang laki-laki menjadi penerima tamu. Namun jika tidak ada kegiatan paket wisata, masyarakat kembali ke aktivitas harian. Ada yang menjadi buruh bangunan, transportasi, dan sebagian lagi bertani dan beternak.

Melalui Desa Menari, seni tradisi masyarakat tetap lestari. Selain itu, Desa Menari juga menjadi potret keberhasilan pengembangan desa wisata berbasis pemberdayaan masyarakat.

Keberhasilan Trisno memberdayakan masyarakat untuk mengelola desa wisata berbasis budaya dan ekonomi kreatif mendapat apresiasi dari PT Astra Internasional Tbk. Pada tahun 2015, Trisno terpilih sebagai salah satu pemenang apresiasi Semangat Astra Terpadu untuk Indonesia (SATU Indonesia)  Awards bidang lingkungan.

Setelah itu, masih pada tahun yang sama, Pemerintah Kabupaten Semarang menetapkan Desa Menari sebagai desa wisata. Satu tahun kemudian, tepatnya pada November 2016, Desa Menari ditetapkan sebagai Kampung Berseri Astra. Desa Menari merupakan Kampung Berseri Astra pertama di Jawa Tengah.

Peningkatan Kualitas Ekonomi

Terbentuknya Desa Menari sebagai desa wisata berbasis pemberdayaan masyarakat dan kearifan lokal memberikan multiplier effect yang sangat luas sehingga mampu menjadi daya ungkit perekonomian masyarakat. Selain mendapatkan penghasilan dari pertanian dan peternakan, warga juga mendapatkan tambahan penghasilan dari aktivitas wisata sehingga  meningkatkan kualitas ekonomi mereka.

Berdasarkan perhitungan Pokdarwis Desa Menari, pendapatan masyarakat meningkat sekitar 10-15 persen tanpa meninggalkan profesi maupun kegiatan keseharian mereka. Wagiyem (50) contohnya. Warga Dusun Tanon itu mengatakan, sebelum ada Desa Menari,  untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Wagiyem mengandalkan hasil bertani terong dan cabai.

Namun, hasil pertanian tidak bisa dipastikan karena harganya naik turun. “Satu kilogram terong, harganya antara Rp 3.000 sampai Rp 4.000. Kadang harganya anjlok. Satu kilogram hanya Rp 1.000 sampai Rp 1.500. Sedangkan harga cabai perkilogramnya Rp 40.000 hingga Rp 50.000. Kalau anjlok Rp 32.000 perkilogram. Bahkan hanya Rp 8.000 perkilogram,” terangnya.

Sebagai tulang punggung keluarga, Wagiyem harus menghidupi tiga anak. Karena hasil pertanian tidak bisa dipastikan, Wagiyem hanya mampu menyekolahkan anak pertamanya sampai SMP.

Namun setelah terbentuknya Desa Menari, ia mendapat tambahan penghasilan dari berjualan makanan ringan dan bakso untuk tamu yang berkunjung di Desa Menari. Dari hasil berjualan makanan ringan dan bakso, Wagiyem mendapatkan penghasilan sebesar Rp 200.000 hingga Rp 300.000 perhari.

Dengan tambahan penghasilan itu, Wagiyem bisa menyekolahkan anak keduanya hingga SMK. Seiring meningkatnya kunjungan ke Desa Menari, Wagiyem pun menyimpan asa. Ia ingin menyekolahkan anak ketiganya, Melisa Wulandari yang saat ini duduk di kelas 6 SD, hingga SMA. Bahkan hingga perguruan tinggi.

Warga lainnya mendapat tambahan penghasilan dari berjualan hasil pertanian dan budidaya tanaman. Warga Dusun Tanon lainnya, Endang Sriyanti (27) mengatakan, sehari-hari, ia dan suaminya berjualan buah di pasar. Namun jika ada tamu yang berkunjung ke Desa Menari, setelah berjualan di pasar, ia menggelar dagangan di depan rumahnya.

Selain itu, ia juga membudidayakan tanaman hias. Tak jarang, bunga-bunga itu pun diminati tamu. “Alhamdulillah, sejak adanya Desa Menari, penghasilan jadi bertambah. Sebagian bisa disisihkan untuk tabungan pendidikan anak,” kata Yanti.

Yanti mengaku senang dengan perubahan yang terjadi di Desa Menari. “Sekarang dusun sini ramai dikunjungi tamu,” tambahnya. Selain pendapatan warga berlipat, geliat pembangunan juga mulai terlihat.

Jalan yang selama bertahun-tahun tidak beraspal, pada tahun 2016 dibeton. “Dulu, di sini juga tidak punya tempat untuk pentas. Ada dana sedikit, mulai dibangun. Awalnya atapnya hanya daun kelapa. Ada dana lagi, atapnya dari asbes. Kini dibangun lagi lebih besar,” terangnya.

Sementara itu, warga lainnya mendapatkan tambahan penghasilan dari homestay yang disewakan kepada tamu. Saat ini, tercatat ada 26 homestay di Desa Menari. Salah satu warga yang rumahnya dijadikan homestay, Cipto Rebo (60) menceritakan, dulu ia bertani menanam sayur seperti jagung dan buncis.

Namun seiring bertambahnya usia, tenaganya tidak kuat lagi untuk bertani. Sehingga beternak sapi perah kini menjadi tumpuan. Sehari, ia menjual susu sapi 7-8 liter dengan harga Rp 4000 perliter. 

Kini, ia mendapat tambahan pendapatan dari homestay. Tamu yang menginap di rumah warga dikenakan tarif Rp 60.000 per orang/ per malam. Dari tarif itu, 50 persen untuk pemilik rumah, 50 persen masuk kas Pokdarwis Desa Menari.

Setiap tahun, semua keluarga di Dusun Tanon juga mendapat bagian dari pengelolaan Desa Menari. Dana kas yang terkumpul, setelah dimanfaatkan untuk pengembangan Desa Menari, selebihnya dibagikan kepada setiap kepala keluarga (KK) di Dusun Tanon yang berjumlah 39 KK.

Trisno mengatakan, geliat Desa Menari yang mendapat pendampingan dan pembinaan dari PT Astra International Tbk, membawa perubahan besar bagi masyarakat. Kolaborasi antara masyarakat dan PT Astra juga berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain dari aspek ekonomi, pendampingan dari PT Astra juga memberikan kontribusi di bidang pendidikan, kewirausahaan, lingkungan dan kesehatan yang menjadi pilar program Kampung Berseri Astra.

Di bidang lingkungan, kata Trisno, perlahan masyarakat mulai menata lingkungan. Namun tetap mempertahankan kearifan lokal. Sementara di bidang pendidikan, keberadaan Desa Menari memunculkan semangat belajar pada masyarakat. Kesadaran mayarakat untuk bersekolah semakin meningkat.

Trisno menceritakan, dulu, ia satu-satunya warga di Dusun Tanon yang menempuh pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi. Namun setelah adanya Desa Menari, banyak warga yang ingin melanjutkan pendidikan hingga SMA, bahkan perguruan tinggi.

“Karena banyak berinteraski dengan tamu dan mahasiswa yang datang ke sini, pola pikir masyarakat mulai berubah. Sekarang warga menyadari bahwa pendidikan sangat penting. Sehingga anak-anak di sini sekarang sekolah sampai setingkat SMA. Bahkan ada yang sampai perguruan tinggi,” terangnya.

Ia berharap, melalui pendidikan bisa membawa masyarakat Dusun Tanon lebih maju dan sejahtera. Kini, Trisno tengah mengupayakan pendidikan nonformal bagi masyarakat. Langkah itu dimulai dengan mendirikan taman baca masyarakat.

Sementara itu, di bidang kewirausahaan, keberadaan Desa Menari memunculkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Dusun Tanon. Saat ini sudah terbentuk Kelompok Usaha Bersama “Dwi Manunggal” yang memproduksi tahu. Diharapkan, setiap tahun muncul wirausaha baru melalui program kewirausahaaan Kampung Berseri Astra.

Adapun di bidang kesehatan, sejumlah program digagas untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Di antaranya pemeriksaan kesehatan secara gratis sebulan sekali dan senam bersama seminggu sekali. Selain itu juga ada layanan kesehatan melalui Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) untuk mencegah penyakit tidak menular. Ada tujuh kader kesehatan yang memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat dengan sistem jemput bola atau mendatangani warga. 

Kepala Desa Ngrawan, Lungguh Wahono mengatakan, keberadaan Desa Menari membawa perubahan positif bagi masyarakat. “Perubahannya sangat terasa. Apalagi setelah masuknya PT Astra di Desa Menari,” terang Lungguh, Rabu (26/12).

Ia mencontohkan, di bidang pendidikan terjadi peningkatan kualitas SDM di Dusun Tanon. “Pendidikan naiknya sangat pesat. Dulu, penduduk rata-rata hanya lulusan SD. Bahkan banyak yang tidak tamat. Tapi kini, banyak yang terinspirasi Kang Tris. Banyak warga yang  juga ingin sekolah sampai perguruan tinggi,” sambungnya.

Program Kampung Berseri Astra di Desa Menari juga memperluas akses pendidikan bagi masyarakat setempat, juga masyarakat sekitar. Menurut Lungguh, ada 36 anak di Desa Ngrawan yang mendapat beasiswa pendidikan dari PT Astra, mulai jenjang SD hingga SLTA. 

Koordinator Astra Group Wilayah Semarang Paulus Chatam Wijanarko berharap, Desa Menari yang terpilih sebagai Kampung Berseri Astra dapat memberikan kesejahteraan bagi warganya dengan bertumpu pada empat pilar. Pendidikan, kesehatan, kewirausahaan dan lingkungan.

Selain itu, ia juga berharap keberhasilan Desa Menari dapat menginspirasi desa-desa lainnya untuk bergerak mengembangkan potensi yang ada guna memajukan desa. “Kami butuh penggerak seperti Kang Tris untuk bersama memajukan desa dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” terangnya, Kamis (27/12).

Diharapkan, pendampingan dan pembinaan PT Astra di Desa Menari melalui program Kampung Berseri Astra dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang akan berujung kepada semakin baiknya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tidak hanya di wilayah Kampung Berseri Astra, tetapi juga IPM di wilayah sekitarnya. (Isnawati)