Buah Semangat Palu yang tak Pernah Layu
Media Online https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/12/31/pkg1fw368-buah-semangat-palu-yang-tak-pernah-layu
Oleh: Mas Alamil Huda , 31 December 2018Kategori: Wartawan (Republika.co.id)

Buah Semangat Palu yang tak Pernah Layu

 

Oleh Mas Alamil Huda/Wartawan Republika

Ribuan pohon cabai menghampar menghijaukan ladang di tengah gersang pemandangan sekitar. Hijau kekuningan warna cabai kian terlihat segar dipapar matahari sore. Padatnya buah di setiap pohon adalah penegas subur dan terawatnya tanaman. Panasnya cuaca juga seolah tak mengganggu tumbuh kembang cabai, apalagi sampai melayukannya.

“Mudah-mudahan dua sampai tiga pekan lagi ini semua bisa panen,” kata Agus Panca Saputra kepada Republika di RW 05 Kelurahan Layana Indah, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), beberapa waktu lalu.

Agus merupakan tokoh pemuda di Kampung Layana Indah. Sore itu, lelaki 44 tahun tersebut sedang menyiram cabai-cabainya yang ditanam di ladang seluas kurang lebih satu hektare. Ketika Agus menyiram pohon-pohon cabai, air yang keluar dari selang berwarna biru yang dipegangnya tak mengucur deras, meski cukup untuk kebutuhan cabai-cabainya.

Mendapatkan air di sana memang tak semudah seperti di Jakarta atau di tempat-tempat lainnya. Warga Layana Indah mendapat jatah air dan menampungnya dalam bak buatan berukuran rata-rata 3x3 meter dengan kedalaman kurang lebih semeter. Setiap rumah di sana memiliki bak penampungan masing-masing. Sebanyak itulah jatah yang dialirkan oleh kelurahan ke setiap keluarga. Air itu digunakan untuk segala keperluan, dari mandi hingga kebutuhan rumah tangga lainnya.

Keterbatasan air di daerah ini juga menjadi salah satu alasan bagi Agus memilih cabai sebagai objek untuk bercocok tanam. Kebutuhan air untuk tanaman ini tak terlalu banyak. Namun, tak boleh juga kekurangan. Selain tak butuh banyak air, cabai bukan jenis tanaman seperti padi yang sekali panen ‘habis’. Cabai bisa berkali-kali berbuah dengan jangka waktu 2,5-3 bulan sekali panen.

Namun, bukanlah itu pangkal dari semua yang dilakukan Agus. Motivasinya untuk bercocok tanam tak sekadar panen dan mendapat peruntungan pribadi. Ada beban besar yang menggelayuti hatinya sebelum ia memutuskan menjadi seperti saat ini. Tentang semangat kemandirian yang kian pupus dan kepasrahan masyarakat terhadap keadaan.

Semua berawal dari keprihatinan Agus akan banyaknya pemuda di kampungnya yang lebih memilih untuk menjadi kuli bangunan atau bahkan berpangku tangan selepas lulus sekolah menengah, pertama maupun atas. Sebagian besar pemuda di kampungnya lebih memilih untuk dibayar murah menjadi kuli bangunan. Alasannya, setiap pekan mendapat bayaran, meski hanya Rp 300-400 ribu. Itupun, dalam rentang waktu tertentu lebih banyak menganggur.

Ayah tiga anak ini menyadari, lahan ‘tidur’ di Layana Indah begitu luas. Hampir setiap orang memiliki lahan yang dibiarkan menganggur dan ditumbuhi ilalang. Hingga sebuah ide terbersit di pikirannya. “Mengapa itu tidak dimanfaatkan,” pikirnya.

Akhir 2016, Agus memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai pegawai swasta. Dia ingin ‘membersamai’ para pemuda di kampungnya. Agus memutar otak untuk mengubah paradigma, bahwa tak selamanya mereka menjadi kuli bangunan atau buruh kasar lain. Satu hal yang dia yakini, mengajak dengan bicara saja tak akan menyelesaikan masalah.

Gayung pun bersambut. Keinginan Agus memberdayakan warga Layana Indah perlahan menemu jawaban. Asa itu kian menebal kala Astra International hadir di Kampung Layana Indah, Kota Palu pada medio Mei 2017. Agus dipercaya menjadi Koordinator Kampung Berseri Astra (KBA). Sebuah program kontribusi sosial berkelanjutan dari Astra International.

“Ini namanya Bu Lastri, anggota Kampung Berseri Astra yang bersama saya di sini,” kata Agus memperkenalkan seorang perempuan yang datang menghampiri saat kami sedang berbincang.

Sore itu, Lastri memang terlihat sedang mengendalikan mesin pembajak tanah di salah satu bagian lahan yang belum dimanfaatkan. Ukuran mesin relatif tidak besar, namun dia terlihat lihai memegang kendali mengarahkan ke gundukan-gundukan tanah untuk diratakan. Sesekali perempuan 35 tahun itu tampak menyeka keringat di dahi dengan kaus warna putih lengan pendek yang ia kenakan.

Agus tak sendiri di KBA Palu. Dia dibantu 10 orang lainnya sebagai satu kesatuan tim inti. Lastri salah satunya. Kadang, beberapa orang lainnya juga membantu untuk menyiram atau merapikan bagian dari ladang yang belum ditanami. Atau sekadar memeriksa cabai-cabai dari kemungkinan serangan hama.

“Mengajak orang di sini gampang-gampang susah,” kata Lastri ikut bergabung dalam perbincangan. “Karena pemuda di sini maunya pada kerja terus langsung dapat duit. Kalau begini (bertani) kan harus nunggu. Tanam dulu, merawat, baru dapat hasilnya.”

“Tapi hasilnya lumayan. Sekali panen bisa dapat besar,” ujar Agus memotong Lastri. “Begitu yang saya bilang ke pemuda-pemuda dan masyarakat di sini. Tapi kalau saya cuma ngomong, orang tidak akan mudah percaya. Makanya ini saya ingin membuktikannya, ngasih contoh.”

Berladang hanyalah pintu masuk bagi Agus mewujudkan mimpi besarnya memandirikan warga Layana Indah untuk berwirausaha. Dia bermimpi adanya usaha baru yang bisa lahir dari masyarakat. Hasil panen cabai bisa diolah sendiri oleh warga untuk menjadi sambal botol atau bubuk cabai dengan konsep industri rumahan. Semangatnya ini ditopang penuh oleh Astra.

Bibit cabai, pupuk, plastik mulsa, ajir atau penyangga tanaman hingga jaring hitam yang dipasang mengelilingi ladang untuk melindungi tanaman dari binatang ternak difasilitasi Astra. Agus bersyukur, segala keperluan untuk bertani terpenuhi. Untuk keperluan penghijauan lingkungan di tengah gersangnya Kampung Layana Indah, Agus memilih penanaman pohon mangga di setiap rumah. Pemanfaatan pekarangan rumah untuk tanaman obat dan sayuran juga dilakukan di beberapa rumah warga.

“Mangga //kan// juga tidak butuh banyak air. Dan yang penting, kalau 500 bibit mangga tumbuh semua, dalam lima tahun bisa jadi sentra mangga, nanti bisa diolah warga menjadi manisan atau apa saja untuk penghasilan tambahan. Penghijauan dapat, wirausahanya juga dapat. Ini agar semangat mereka untuk mandiri tumbuh,” ujar Agus.

 

Satu visi

Baim (9 tahun) sedang asyik membaca sebuah buku yang diambilnya dari rak panjang yang ada di Rumah Baca Khofifah Azzahra. Rumah baca ini terletak tak jauh dari kediaman Agus, berjarak tak lebih dari 100 meter. Di tempat ini pula, pihak Astra bersama Wali Kota Palu, Hidayat meresmikan KBA Palu pada Mei 2017.

Setiap hari selepas shalat maghrib di masjid kampung, Baim dan teman-teman sebayanya langsung ke tempat ini. Berbagai kegiatan dilakukan di rumah baca berukuran 10x6 meter itu. Mereka belajar bersama hingga berlatih hadrah.

“Enak di sini, banyak teman belajar dan bermain,” kata bocah kelas 4 SD itu sembari memegang sebuah buku yang baru diambilnya dari rak. “Iya, diajari mengaji juga,” sahut Habib, teman sekelas Baim di sekolah.

Petang itu Baim, Habib, Ozan (8), Rizki (10) dan belasan anak Kampung Layana Indah sedang berlatih hadrah untuk gelaran Festival Palu Nomoni dalam rangka hari jadi ke-40 Kota Palu. Mereka yang tidak berlatih hadrah, memilih membaca buku sebelum waktu isya’ masuk. Buku-buku di Rumah Baca Khofifah Azzahra beragam. Dari komik hingga buku-buku pelajaran. Tim hadrah Kampung Layana Indah beberapa kali menyabet juara dalam berbagai lomba.

Di akhir pekan, ada waktu belajar komputer di rumah baca ini. Komputer tersebut merupakan bagian dari bantuan Astra. Bahkan, kini Rumah Baca Azzahra dilengkapi fasilitas internet gratis. Pengajarnya tak lain dari pemuda Layana Indah.

“Kadang kita ajarkan editing foto menggunakan Photosop, Corel. Itu kita ajarkan ke anak SMA. Kita ajari juga mengetik menggunakan 10 jari pakai Microsoft Word untuk anak SMP. Yang ringan-ringan saja yang penting mereka senang dan mau belajar,” kata Amrul di rumah baca.

Amrul adalah anggota KBA Palu di bawah koordinasi Agus. Pemuda 25 tahun ini ditugasi ‘menggawangi’ untuk bidang pendidikan. Dia merupakan lulusan sarjana komputer dari sebuah universitas di Kota Palu. Bersama dengan Agus dan Lastri, dia berkolaborasi untuk mewujudkan cita-cita memberdayakan warga Kampung Layana Indah.

Tak seperti umumnya lulusan sarjana yang mencari kerja, Amrul lebih memilih untuk berwirausaha dengan keahlian yang dimilikinya. Waktu luang pun semakin banyak. Ini yang dimanfaatkannya untuk berbuat ‘lebih’ kepada sesama.

Kontribusi Astra kepada warga Layana Indah memang terbilang holistik. Kemandirian sebuah perkampungan yang didam-idamkan Agus difasilitasi penuh. Tak hanya di sektor pertanian dalam menopang kemandirian dengan berwirausaha, pengembangan sumber daya manusia juga tak lepas dari perhatian.

Sebanyak 35 beasiswa diberikan Astra kepada anak-anak kurang mampu secara ekonomi. Ke-35 beasiswa tersebut, kata Agus, terdiri dari 15 siswa SD, 15 siswa SMP dan lima siswa SMA. Semua beasiswa tersebut langsung masuk ke rekening masing-masing penerima. Baim, Habib, Ozan dan Rizki di antara penerimanya.

Tak hanya itu, Agus juga menggandeng kader posyandu di Kelurahan Layana Indah untuk menangani anak-anak yang kekurangan gizi. Awalnya, sebanyak 35 balita terdata mengalami gizi kurang. Perkembangan mereka dipantau kader posyandu. Segala keperluan seperti susu dan lainnya dipenuhi Astra. Lastri, adalah Tim KBA Palu yang secara khusus berkoordinasi dengan kader-kader posyandu. Meski, tak jarang Lastri juga membantu di bidang kewirausahaan.

“Intinya saya tak ingin ada yang tidak melanjutkan sekolah di Layana Indah ini. Saya juga tidak mau mendengar ada balita kekurangan gizi. Target Astra kan nol buta huruf, nol gizi buruk, tercipta lingkungan asri, dan terciptanya usaha baru agar warga mandiri. Kami di sini satu visi sama Astra, dan semua kebutuhan-kebutuhan untuk mewujudkannya dipenuhi Astra sampai saat ini,” ujar Agus.

 

Kemanusiaan

Semua mimpi-mimpi Agus tentang konsep ideal sebuah perkampungan yang sedang dikembangkannya bersama Astra seakan buyar kala bencana memporak-porandakan Palu dan sekitarnya pada Jumat (28/9). Peristiwa itu terjadi sepekan persis setelah Republika mengunjungi KBA Layana Indah. Kurang lebih 4.500 warga Layana Indah mengungsi akibat gempa berkekuatan 7,4 skala righter (SR) yang diikuti gelombang tsunami.

Bencana itu sempat membuat Palu menjadi ‘kota hantu’. Listrik mati, jaringan komunikasi terputus, termasuk terhentinya suplai air terkhusus bagi warga Layana Indah. Sebagian warga yang berada di bibir pantai menjadi korban. Bangunannya dihancurkan gempa, kemudian diratakan gelombang tinggi atau tsunami. 50 lebih jiwa warga Layana Indah meninggal dunia.

Agus ditunjuk menjadi Koordinator Divisi Logistik Posko Bencana Layana Indah. Segala kebutuhan sehari-hari untuk pengungsi warga Layana Indah dia kendalikan. Saat itu, bagi Agus, tak ada yang lebih penting selain saling membantu menghadapi musibah. Segala keperluan pokok masyarakat harus dipenuhi.

Aktivitas pemerintahan Kota Palu saat itu sempat tertahan, perekonomian tak jalan, hingga kebutuhan pokok pun hanya mengandalkan bantuan selama beberapa pekan. Masyarakat berharap uluran tangan. Kesigapan pemerintah dalam menanggulangi bencana memang sangat dirasakan masyarakat. Bantuan sudah mulai masuk sehari setelah kejadian.

Di hari ketiga pascabencana, Agus menerima bantuan dari Astra International. Hampir satu ton beras dikirimkan untuk keperluan warga Kampung Layana Indah. Semuanya diperuntukkan bagi pengungsi terdampak bencana. Memang jumlah itu tak mencukupi untuk kebutuhan ribuan pengungsi selama lebih dari sepekan. Tapi kecepatan dan kesigapan hingga bantuan sampai di hari ketiga selepas bencana adalah hal yang istimewa.

“Alhamdulillah ada bantuan beras dari Astra. Ada susu juga untuk balita yang mulanya untuk program KBA bidang kesehatan. Tapi karena ada musibah, sementara kita alihkan untuk anak-anak selama di posko pengungsian,” ujar Agus.

Kesibukan Agus selama beberapa pekan mengurus warga Layana Indah yang terdampak bencana membuatnya tak sempat mengurus kegiatan pribadinya. Pohon-pohon cabai di ladang pun layu. Buah-buahnya yang saat itu tinggal ‘menanti’ dipanen pun keburu kering lantaran tak tersuplai air. Sisa-sisa ketersediaan air diprioritaskan untuk kebutuhan sehari-hari warga.

Namun, Agus tak mengeluh dengan status ‘gagal panen’ kebun cabai yang sedang digarapnya. Saat bencana melanda, tolong menolong sesama adalah hal paling utama. Bagi Agus, itu sebuah kewajiban yang tak bisa ditunda. “Adakah yang lebih penting dari kemanusiaan?” tanya Agus sekaligus menegaskan kekukuhan sikapnya.

 

Bangkit bersama

Harapan indah dari mimpi tentang sebuah kemandirian masyarakat harus layu di ujung usaha. Bahkan, ketika masa panen sudah di depan mata. Tapi, semua sudah dilakukan dan diupayakan maksimal. Meski akhirnya Tuhan berkehendak lain. “Allah hanya menyuruh kita untuk ikhtiar (usaha), selebihnya kuasa Dia,” ujar Agus.

Beruntung, Rumah Baca Khofifah Azzahra tak terdampak bencana. Padahal, bangunan di kanan dan kiri rumah baca ini terdampak bencana cukup parah. Kini, rumah baca ini berfungsi seperti biasa. Aktivitas anak-anak Layana di rumah baca ini perlahan kembali seperti sebelum bencana gempa dan tsunami melanda.

Layunya pohon-pohon cabai juga tak lantas melayukan semangat Agus dan tim dalam mewujudkan mimpi-mimpinya. Kini, pascabencana besar yang melanda, perlahan Palu bangkit dari keterpurukannya. Aktivitas masyarakat mulai bergeliat.

Agus kembali menanam bibit-bibit pohon cabai bantuan dari Astra. Dia meyakini, hasil tak akan pernah mengingkari sebuah proses yang diusahakan. Semua ia tata perlahan. Beberapa kekurangan dari masa tanam sebelumnya dievaluasi untuk dibenahi. Masa tanam sebelumnya hampir sempurna. Hanya saja, kehendak alam menunda panennya.

Bencana memang di luar kuasa manusia. Tapi Agus belajar dari pengalaman yang ada. Cabainya layu karena kurangnya pasokan air. Tak adanya sumber air mandiri membuatnya hanya menggantungkan suplai air dari kelurahan. Ketika sumber utamanya tak jalan, semua hanya menunggu peruntungan.

Persoalan ini dikoordinasikan Agus dengan pihak Astra. Kolaborasi keduanya berbuah manis dengan terwujudnya sumur bor. Astra membuatkannya khusus untuk kebutuhan pengairan ladang cabai. Persoalan utama itu pun praktis terselesaikan.

Dukungan penuh dari Astra membuat Agus dan tim KBA Kota Palu kini bangkit menatap masa depan. Semangat dan optimisme Agus beserta tim kian membuncah seiring tumbuh kembang pohon cabai yang ditanam selepas bencana. Pohon-pohon cabai di ladang kini sudah berbuah segar. Buah-buah cabai ini sekaligus buah dari semangat KBA Palu yang tak pernah layu. Panen pun tinggal menunggu waktu. Mimpi-mimpi Agus dan warga Layana Indah kini kian dekat dan nyata.

Deputi Head of Environment Social Responsibility Astra International Diah Suran Febrianti mengaku kagum dengan semangat Tim KBA Palu yang tak surut sedikitpun meski ditimpa bencana besar. Keinginan mereka untuk menjadikan Layana Indah sebagai kampung yang mandiri cukup kuat.

Hal ini, menurut Diah, terlihat dari cepatnya mereka bangkit. Usai gempa dan tsunami, Tim KBA Palu langsung kembali menanam cabai di ladang. Astra pun langsung membuatkan sumur bor sesuai yang diminta Agus dan tim. Dibuatkannya sumur bor ini juga lantaran Astra melihat semangat yang sangat besar dari mereka.

“Kalau saya melihat masyarakat KBA Palu ini spartan. Dengan kondisi bencana yang ada mereka tetap survive dan bangkit lagi. Itu yang kami banggakan. Masyarakat seperti ini yang siap untuk maju,” kata dia kepada Republika.

Menurut Diah, KBA Layana Indah perkembangannya tergolong cepat. Sejak diresmikan tahun 2017, program-programnya menyentuh empat pilar sesuai yang diharapkan Astra, yakni pendidikan, kesehatan, lingkungan dan kewirausahaan. Semuanya berjalan paralel dan dikerjakan serius oleh masyarakat. Dari 78 KBA di 34 provinsi di seluruh Indonesia yang dibina Astra, KBA Palu termasuk yang terbaik.

“Intensitas Astra membina kampung ini tidak terlepas dari semangat warga. Jadi tidak semua Astra berikan. Astra memberikan support dalam bentuk pelatihan, pembinaan, jejaring. Semoga kali ini, masyarakat di sana mendapatkan hasil sesuai usaha dan kerja keras mereka,” ujar dia.

Agus mengaku, antusias masyarakat kian besar selepas bencana melanda. Semua ingin bangkit dari keterpurukan dan enggan larut dalam kesedihan. Kemauan kuat dari masyarakat Palu, Layana Indah khususnya, untuk bangkit begitu terasa. Di KBA Layana Indah, kata Agus, semakin banyak masyarakat yang turut terlibat.

Saat ini, kata Agus, terbentuk satu gabungan kelompok tani (gapoktan) di Layana Indah. Warga juga terlihat antusias ketika Astra mengadakan pelatihan pembuatan bubuk cabai. Selain itu, Astra juga memberikan bantuan alat kesehatan berupa alat tensi darah, timbangan bayi, timbangan orang dewasa hingga alat pengukur tinggi badan. Total, kini kurang lebih 250 warga Layana Indah terlibat dalam empat pilar program pendidikan, kesehatan, lingkungan dan kewirausahaan.