KBA Keputih, Geliat Kampung Kecil di Tanah Tak Bertuan
Media Online https://ranggapoetra.wordpress.com/2018/12/31/kba-keputih-geliat-kampung-kecil-di-tanah-tak-bertuan/
Oleh: Rangga Putra , 31 December 2018Kategori: Umum (https://ranggapoetra.wordpress.com/)

KBA Keputih, Geliat Kampung Kecil di Tanah Tak Bertuan

Chapter I – The Beginning
jalan menuju KBA Keputih

Siang itu (29/12), panas menyengat bukan main. Tidak terasa sisa hujan yang mengguyur, malam sebelumnya. Sejauh mata memandang, tampak hamparan sampah plastik dan besi tua yang saling tumpuk. Di sebelah pinggir, berjajar gubuk-gubuk dari kayu, triplek dan seng. Empat bocah sekawan tengah berkubang lumpur di tengah jalan berpasir. Mereka tertawa riang tak menghiraukan panas pancaran. Lebih menjorok ke bagian dalam, mulai terlihat hamparan kehijauan.

Di teras sebuah gedung serbaguna di RT 03 Keputih Tegal Timur Baru, tampak seorang tua yang juga sedang asyik ngopi. Kepulan asap rokok tak henti-hentinya berhembus dari mulut dan hidungnya.

“Dulu tempat ini memang kosong, bekas tambak,” cetusnya sambil menuding awang-awang.

Setelah menghembuskan asap rokok filter dari hidung, dia menelan ludahnya. Matanya tampak berkilat. Dia lantas menunduk, lalu membetulkan letak kacamata yang dipakainya. Asap rokok kembali meliuk-liuk dari moncongnya. Pertanda, akan ada informasi yang tidak menyenangkan, bakal keluar dari mulut yang dibingkai bibirnya yang menghitam.

“Ketika dibuka untuk permukiman umum,” dia melanjutkan, “baru mulai banyak yang mau datang.”

Sesepuh kampung ini mempunyai nama Tri Priyanto. Oleh warga, beliau lebih akrab disapa Pak Tri. Sudah lebih dari 15 tahun dia tinggal di Keputih Tegal Timur Baru. Mertua Pak Tri atau orangtua dari sang istri, adalah salah satu dari para pendatang perintis.

Memang, dua dekade yang lalu, tepatnya tahun 1992, Keputih Tegal Timur Baru merupakan kampung pemulung. Maklum, di sana terdapat tempat pembuangan akhir (TPA) terbesar se-Surabaya. Seluruh sampah di kota terbesar kedua di Indonesia ini, berakhir di sini. Menurut Pak Tri, adalah Wali Kota Poernomo Kasidi yang merintis kampung pemulung di bantaran pegunungan limbah ini.

Ketika itu, sambungnya, wali kota yang menjabat dari 1984 sampai 1994 itu berniat menata tempat pembuangan sampah sekaligus kompleks pasukan kuning, khususnya pemulung, demi menyabet Piala Adipura. Lambat laun, sekitar tahun 2000-an, ketika tersiar kabar TPA Keputih hendak ditutup dan dipindah ke TPA Benowo, mulai banyak pendatang dari berbagai penjuru nusantara, mendiami kampung pemulung tadi. Walau bau busuk sampah menyengat, tak menghalangi para perantau mengadu nasib di Kota Pahlawan.

Walau begitu, bagi mereka yang datang pada masa-masa awal harus rela hidup di tengah berbagai jenis limbah. Dahulu, kisah Pak Tri, banyak limbah industri yang dibuang di kampung. Misalnya saja, limbah pabrik lampu, minyak dan lain sebagainya.

“Orang-orang dahulu pakai kaca pecahan dari limbah pabrik lampu untuk menimbun permukaan tanah,” urai Pak Tri. “Tapi, namanya juga ada lahan kosong di perkotaan, ya ditinggali oleh pendatang.”

Chapter III – Tanah tak Bertuan

Walaupun telah ramai ditinggali, kampung Keputih Tegal Timur Baru bukannya tanpa masalah. Soalnya, ratusan warga yang tinggal di atas lahan seluas kurang lebih 2 hektare ini, berdiri di atas tanah yang menurut warga, tak bertuan. Pak Tri mengakui, tidak ada warga yang mengantongi bukti kepemilikan tanah. Di sisi lain, masih menurut beliau, Pemkot juga tak pernah menunjukkan bukti, bahwa lahan yang ditinggali sekitar 300 kepala keluarga ini, adalah aset mereka.

“Warga sejak dulu sudah berupaya mengajukan sertifikat kepemilikan, tapi tak pernah digubris,” ungkap Pak Tri. “Di sisi lain, Pemkot juga tak pernah menunjukkan bukti mereka.”

Sementara itu, pada tanggal 15 September 2018 lalu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengajak ratusan delegasi dari United Cities and Local Governments Asia Pacific (UC-LG Aspac), organisasi pemerintahan kota se-Asia Pasifik, berkunjung ke Taman Harmoni. Taman ini diproyeksi menjadi taman terluas se-Asia Tenggara dengan luas total 50 hektare! Wali Kota Risma menyebut, saat ini taman terluas se-ASEAN memiliki bentang luas 40 hektare. Sepulang dari kunjungan di Taman Harmoni, Risma ditunjuk sebagai Presiden UC-LG Aspac.

Hanya saja, itu bukan satu-satunya rencana Pemkot merealisasikan kawasan terbuka hijau. Pemkot diketahui berniat melebarkan kawasan hijau tersebut hingga ke sebelah timur. Itu artinya, kampung Pak Tri, Keputih Tegal Timur Baru, masuk wilayah terdampak.

Jauh sebelumnya, Pemkot Surabaya sudah mengklaim bahwa lahan yang didiami warga Keputih Tegal Timur Baru itu adalah aset mereka. Pemkot pun meminta warga untuk pindah ke rumah susun yang telah dibangun sebelumnya. Soalnya, kampung mereka bakal digusur. Begitu kabarnya.

Karena alasan status tanah yang belum sahih, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surabaya, enggan memasang instalasi pengolahan air dan jaringan pipa di sini. Akibatnya, warga kekurangan air, khususnya air bersih. Warga pun terpaksa harus membeli air melalui truk tangki yang disediakan oleh perusahaan penyedia air swasta. Sehari, bisa ada tiga sampai empat unit truk yang datang untuk memenuhi kebutuhan air warga. Kalau tidak ada pasokan, ya tidak ada air.

“Kalau di rusun itu ketat aturannya. Banyak warga yang menggantungkan hidup dari berdagang. Kalau tidak boleh berdagang, bagaimana kami bisa hidup?” tutur Pak Tri sembari menambahkan sebagian besar warga merupakan buruh harian dan ibu rumah tangga.

Mula-mula, warga setuju dipindah jika diberi ganti rugi yang sesuai. Pasalnya, mereka telah tinggal di sana lebih dari dua dekade lamanya. Kemudian, warga menganulir keputusannya sendiri. Mereka lebih memilih untuk tetap tinggal, sembari merawat kampung.

Chapter III – Tekad Warga

Karena kampung Keputih Tegal Timur Baru ini terletak di balik eks-TPA Keputih, banyak yang menilai bahwa wajah kampung bakal sama kumuhnya. Warganya sendiri mayoritas termasuk warga kelas ekonomi prasejahtera. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sebagian warga bekerja sebagai buruh dan ibu rumah tangga.

Di samping itu, karena letaknya yang relatif dekat dengan Laut Jawa, udara yang berhembus pun terasa panas. Apalagi, ditambah dengan tidak adanya sumber air bersih yang bisa diandalkan setiap saat. Oleh sebab itu, kampung Keputih Tegal Timur Baru ini dulunya gersang dan tidak berseri.

Karena persamaan geografis itulah, warga Keputih Tegal Timur Baru menjadi kompak. Mereka lantas mendandani kampung mereka sedikit demi sedikit. Walau masalah ‘tanah tak bertuan,’ tetap menghantui keseharian, untuk sementara, mereka fokus bergotong royong membangun kampung mereka menjadi tempat yang lebih baik untuk ditinggali.

Memang, warga kampung Keputih Tegal Timur Baru tampak sangat guyub. Ibu-ibu sering kali mengikuti kegiatan-kegiatan kampung, sementara yang bapak-bapak dengan semangat menyiapkannya. Anak-anak pun tak segan-segan membantu walau hanya mengangkat kursi.

“Warga memang suka menanam. Dari situlah awal mulanya,” papar Pak Tri.

Sekitar tahun 2008, warga Keputih Tegal Timur Baru memberanikan diri ikut serta dalam kontes Green and Clean yang dihelat oleh Pemkot Surabaya. Saat pertama kali ikut serta, kampung Keputih Tegal Timur Baru hanya masuk 500 besar. Walau begitu, mereka tak patah arang.

Sejak itu, warga kampung bertekad meningkatkan prestasi mereka. Soalnya, mereka ingin punya kebanggaan. Mereka pun lebih intens menata kampung. Lingkungan yang dulu kumuh, ditata menjadi lebih rapi. Tanam-tanaman hias juga mulai tumbuh. Infrastruktur kampung dicat, bahkan dimural, sehingga membuat suasana kampung menjadi lebih meriah. Sebagai ganjarannya, ekskampung pemulung ini sukses masuk 100 besar ajang Green and Clean pada tahun 2012.

“Ketika itu, kami hanya ingin kampung kami ini dikenal di luaran,” papar bapak dari empat orang anak ini.

Chapter IV – Lahirnya Kampung Berseri Astra (KBA) Keputih

Pada tahun 2013, karakter gotong royong kampung Keputih Tegal Timur Baru ini masuk radar korporasi otomotif raksasa Astra International. Ketika itu, mereka sedang mencari mitra untuk kegiatan corporate social responsibility. Dengan serangkaian pertimbangan, Astra International pun akhirnya menjatuhkan pilihan mereka.

Menurut Pak Tri, pada mulanya para warga sempat gamang dengan ajakan bermitra Astra. Soalnya, terdapat serangkaian syarat yang harus warga penuhi. Salah satu di antaranya adalah aktif terlibat. Walau begitu, warga bersedia mempertimbangkan tawaran Astra. Pada akhirnya, warga kampung Keputih Tegal Timur Baru, sepakat menerima tawaran Astra. RT 03 dan RT 04, keduanya di bawah wilayah administrasi RW 08, didapuk sebagai Kampung Berseri Astra (KBA).

Sejak itu, nasib kampung pemulung itu berubah. Hidup dengan empat pilar kontribusi sosial Astra yang antara lain Kesehatan, Pendidikan, Pemberdayaan UKM dan Lingkungan, tidak ada yang menyangka kampung kecil ini bisa menarik perhatian, hingga ke tingkat nasional.

Mula-mula, Astra menggelontor sebanyak 6.100 bibit tanaman seperti cabai, tomat dan terong. Hanya saja, sambung Pak Tri, warga tak mampu memeliharanya, meskipun Astra telah mendatangkan ahli untuk mendidik dan melatih. Bahkan, Astra harus menambah 2000 bibit lagi untuk mengganti bibit yang gagal panen.

Karena gagal, proyek tanaman toga itu akhirnya berhenti dan diganti dengan tanaman hias. Semangat berhias warga pun kembali menyala-nyala. Mereka pun mulai mempercantik kampung mereka dengan hijau-hijauan. Hasilnya, RT 03 dan RT 04, menggondol sertifikat pemenang Pengelolaan Lingkungan Paling Berbunga Green and Clean 2013 kategori Pemula. Sertifikat ini ditandatangani oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

Pada tahun berikutnya, Astra pun membangun waste water treatment plant (WWTP) guna menyokong kebutuhan air bersih sehari-hari warga. Selain itu, mereka juga mendirikan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) guna mengolah bekas air wudu musala untuk kebutuhan menyiram tanaman.

Lalu, tepatnya tanggal 19 Mei 2014, ibu negara RI ketika itu, Ani Yudhoyono, menandatangai prasasti peresmian Rumah Pintar Astra untuk KBA Keputih. Rumah pintar ini berada di semacam gedung serbaga guna di tengah kampung. Di sana, terdapat sentra kriya bagi ibu-ibu kampung membuat kerajinan tangan.

Kemudian, ada tiga unit komputer untuk anak-anak belajar mengenal teknologi. Terdapat pula peralatan audio visual yang bisa digunakan oleh karang taruna berlatih menari atau menampilkan pertunjukkan. Di gedung serbaguna Rumah Pintar ini juga menjadi tempat pos pelayanan terpadu alias posyandu. Setiap sebulan sekali digelar pelayanan kesehatan cuma-cuma.

“Sejak KBA Keputih terbentuk, setiap acara kegiatan kesehatan dari dinas kesehatan maupun puskesmas, selalu diadakan di sini,” ungkap Pak Tri sambil menunjuk jalan kampung yang berpaving. “Tidak tahu juga mengapa mereka memilih di sini?”

Masih pada tahun yang sama, tepatnya 14 Oktober 2014, giliran Presiden Direktur PT Astra International Prijono Sugiarto dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang meresmikan KBA Keputih. Hanya saja, sang wali kota tidak hadir dalam seremoni peresmian.

Empat hari kemudian atau 18 Oktober 2018, RT 03/RW 08 diganjar piagam penghargaan Partisipasi Masyarakat Terbaik Green and Clean 2014 kategori Berkembang. Lagi-lagi tanda-tangan wali kota tertera dalam piagam tersebut.

Tahun 2015, api semangat gotong royong warga pun semakin besar. Warga, sambung Pak Tri, berniat membuat pabrik kompos. Dipenuhilah niat warga itu oleh Astra. Bahkan, ada sebuah yayasan yang bersedia bekerjasama untuk membiayai, membeli, hingga memasarkan produk dari rumah kompos. Hanya saja, yayasan tersebut hanya bersedia membeli produk dengan harga pokok. Setelah dihitung-hitung, kerjasama itu tak cukup signifikan hasilnya.

Walau begitu, RT 03 tetap menunjukkan karakteristik gotong royong mereka. Pada tahun 2015 itu, mereka diganjar piagam penghargaan Pengelolaan Lingkungan Terbaik Green and Clean kategori Maju. Siapa yang tanda tangan? Wali Kota Tri Rismaharini.

Prestasi tak berhenti di situ. Karena warga memang suka terlibat dalam setiap kegiatan kampung, lagi-lagi mereka mendapat penghargaan Green and Clean untuk Partisipasi Masyarakat Terbaik 2016.

Pada 23 Juli 2017 lalu, Gubernur Jawa Timur terpilih, Khofifah Indar Parawansa, yang ketika itu masih menjabat sebagai Menteri Sosial RI, meresmikan KBA Keputih. Boleh jadi, KBA Keputih ini merupakan KBA satu-satunya se-Indonesia yang memiliki tiga prasasti yang memuat tanda-tangan empat petinggi negeri.

Prasasti yang pertama tertera tanda tangan ibu negara Ani Yudhoyono yang meresmikan Rumah Pintar KBA Keputih pada tahun 2014. Prasasti kedua ada nama Presdir Astra International Prijono Sugiarto dan Wali Kota Tri Rismaharini tahun 2014, dan terakhir adalah Khofifah Indar Parawansa sendiri pada tahun 2017.

Chapter V – Cita-cita mulia Kampung Wisata

Menurut Tri, warga menginginkan kampung mereka sebagai kampung wisata. Untuk menyiapkannya, mula-mula mereka mendirikan rumah jamur. Soalnya, untuk menuju kampung wisata, mereka harus memiliki usaha mandiri. Pada tahun 2019 mendatang, rumah jamur ditargetkan sudah harus beroperasi.

Menurut Tri, tak hanya produksi jamur tiram, para warga, nantinya juga akan membuat baglog (media penyimpanan jamur) untuk dipakai. Selain itu, olahan jamur tiram juga akan dipasarkan. “Kalau sudah operasi, baru kami ajukan pendirian koperasi,” cetus mantan karyawan pabrik kelapa sawit di Ketapang, Kalimantan Barat ini. “Nah, hasil dari rumah jamur ini nantinya akan digunakan untuk membiayai KBA,” ungkap Tri.

Menurut Pak Tri, Astra memiliki tingkatan atau level untuk KBA-nya. Level tertinggi adalah bintang lima. Sementara, KBA Keputih sendiri masih bintang dua. “Kami selalu menang dalam lomba Pemkot setiap tahun. Tapi kalau untuk Astra, bintang kami masih dua. Artinya, masih banyak yang harus dibenahi. Di antaranya adalah pembentukan koperasi.”

Setelah memiliki usaha jamur yang mapan, KBA Keputih membidik realisasi kampung wisata. Tak main-main, mereka sudah menyiapkan rencana. Karena lingkungan KBA Keputih ini ditinggali dari beragam latar belakang warga yang berbeda, temasuk budaya, wisata dengan kearifan lokal akan dikedepankan.

“Nantinya seperti car free day. Jalan ditutup, lalu ada atraksi permainan tradisional seperti egrang, dakon, engkle dan lain sebagainya,” ungkap Pak Tri dengan penuh semangat. “Di sini ada warga yang bisa Reog Ponorogo. Semua alat keseniannya bikin sendiri,” sambungnya.

Menurut Pak Tri, program Kampung Wisata akan selaras dengan niat Pemkot Surabaya memperluas kawasan terbuka hijau, dalam hal ini taman konservasi. Warga Keputih Tegal Timur Baru, sambungnya, siap untuk dijadikan kampung konservasi abadi. Soalnya, portofolio mereka di ajang Green and Clean, sangat mentereng.

“Kalau Pemkot mau bikin taman konservasi di sini, ya tak perlulah menggusur kami. Kami siap jadi kampung konservasi yang punya daya tarik wisata,” harap Pak Tri.

Chapter VI – Sinergi Warga, Pemerintah dan Swasta

Pak Tri mengakui, sebelum Astra masuk dengan program KBA, kreatifitas warga sangat terbatas, khususnya dalam hal biaya dan fasilitas. Ketika bermitra dengan Astra, warga hanya diminta untuk aktif. Karena memang, modal utama kampung kecil ini hanya semangat kebersamaan. Ketika semangat kebersamaan tersebut dibina, kampung ekspemulung ini semakin dikenal.

Bahkan, banyak yang datang berkunjung untuk melihat langsung kampung berseri ini. Terakhir, ada mahasiswa Institut Teknologi Surabaya (ITS) yang bertandang ke Rumah Pintar. Mereka hendak mengundang warga untuk mengikuti seminar. Sebelum-sebelumnya, mendengar Keputih saja, orang sudah berpikiran buruk.

“Sejak Astra masuk, imej negatif tentang kampung ini berubah positif. Selain itu, kampung ini juga dikenal di luaran. Masuk internet," tutur Pak Tri.

Terpisah, Pembina KBA Keputih yang juga Kepala Cabang Auto 2000 Surabaya Faris Hengky menyebut, Astra sejatinya berniat untuk mengubah tak hanya kondisi fisik lingkungan, tapi juga mental warga. Oleh sebab itu, pihaknya tak mempermasalahkan sengketa ‘tanah tak bertuan’ yang terjadi antara warga dan Pemkot. PT Astra International hanya berminat tentang bagaimana meningkatkan taraf hidup masyarakat binaan.

Menurut Henky, begitu beliau akrab disapa, Astra telah mengetahui persoalan sengketa tersebut sebelum memutuskan untuk menjatuhkan pilihan kemitraan mereka bersama warga Keputih Tegal Timur Baru. Astra sendiri menilai, kampung ekspemulung tersebut memiliki potensi untuk maju.

“Kalaupun warga harus dipindah, itu tak mengapa. Seperti halnya Anda menimba ilmu, pindah sekolah sekalipun, ilmu yang didapat sebelumnya tak akan terlupa,” tutur Hengky mantap. “Selama warga masih membutuhkan, kami siap!”

Sebetulnya, kesuksesan sinergi antara warga, pemerintah dan swasta, tampak di KBA Keputih. Ketika tiga komponen itu bersatu, maka terciptalah lingkungan yang sejahtera nan maju. Seandainya penggusuran oleh Pemkot benar-benar terjadi di masa mendatang, setidaknya Astra telah memberi sumbangsih yang besar bagi warga kampung. Bangunan fisik boleh rata dengan tanah, tapi api semangat warga akan tetap menyala, selamanya.

Â