Sang Tempeman itu Bernama Benny Santoso, Superhero Gastrodiplomasi Indonesia
Oleh: Mazka Hauzan Naufal , 2023-06-20 18:52:20Kategori: Wartawan (TribunJateng.com/TribunMuria.com)Media Online
https://muria.tribunnews.com/2023/06/20/sang-tempeman-itu-bernama-benny-santoso-superhero-gastrodiplomasi-indonesia

TRIBUNMURIA.COM, PATI - Sesuai nama akun Instagram pribadinya, @ini.tempeman, Benny Santoso (28) memilih julukan “Tempeman” sebagai penjenamaan (branding) bagi dirinya dan produk olahan tempe kreasinya.
 
Konsep penamaan ini mengingatkan kita pada pakem nama karakter pahlawan super fiktif dari Negeri Paman Sam. Sebut saja satu di antaranya: Spider-Man. 
 
Meski mungkin terkesan melebih-lebihkan, Benny memang bisa dibilang sebagai “pahlawan super” dalam bidang gastrodiplomasi.
 
Istilah gastrodiplomasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai diplomasi yang menggunakan makanan sebagai media meningkatkan citra dan membentuk reputasi tertentu bagi sebuah negara dalam kancah internasional. 
 
Istilah “gastro-diplomacy” kali pertama digunakan oleh media The Economist dalam laporan mereka pada awal 2002. 
 
Laporan tersebut memberitakan kesuksesan Pemerintah Thailand memanfaatkan kuliner tradisional mereka sebagai “senjata utama” dalam diplomasi luar negeri.
 
Sebagaimana Spider-Man yang punya kekuatan laba-laba untuk melawan penjahat, Benny punya kekuatan tempe, pusaka kuliner warisan leluhur Nusantara, sebagai modal utama memperkuat posisi Indonesia dalam percaturan kebudayaan global.
 
Misi utama Benny sebagai pahlawan super gastrodiplomasi adalah menjadikan tempe, makanan favoritnya sejak kecil, sebagai bagian penting wajah kebudayaan Indonesia di mata dunia. 
 
Sebagaimana warga dunia mengasosiasikan Italia dengan pizza, Jepang dengan sushi, dan Thailand dengan tom yam, Benny ingin tempe menjadi “tanda pengenal” penting bagi Indonesia.
 
Untuk menyukseskan misi tersebut, sejak 2016 Benny menekuni dunia usaha. Dia menghasilkan aneka produk inovatif olahan tempe dengan merek “iniTempe Bali” yang belakangan di-rebranding menjadi "Tempeman".
 
Pemuda asal Surakarta, Jawa Tengah, ini menciptakan berbagai kreasi olahan tempe dari tempat produksi di Angantaka, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali. 
 
Dia juga aktif memperkenalkan tempe khas Indonesia kepada masyarakat internasional melalui kegiatan lokakarya (workshop), baik di dalam maupun luar negeri.
 
Untuk menggunakan tempe sebagai senjata diplomasi budaya, tentu mula-mula kita harus yakin bahwa tempe memang milik Indonesia. 
 
Sementara, sejumlah negara lain juga punya olahan kedelai serupa, sebut saja Jepang dan Malaysia. 
 
Apa buktinya bahwa tempe benar-benar milik Indonesia?
 
“Tempe tercantum dalam manuskrip kuno Serat Centhini. Itu bukti historis bahwa tempe asli, paten, dari Indonesia,” kata Benny mantap saat dihubungi TribunJateng.com via sambungan telepon, Selasa (20/6/2023).
 
Munculnya kata tempe dalam Serat Centhini, kata para sejarawan, menunjukkan bahwa tempe sudah dikenal oleh masyarakat Nusantara, khususnya masyarakat Jawa, sejak abad ke-16.
 
Berbekal keyakinan tersebut, Pemerintah Indonesia sendiri sudah mengajukan tempe sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization/Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa). Pengajuan secara resmi dilakukan pada 25 Maret 2022.
 
Kisah Berdirinya iniTempe Bali

Kisah berdirinya iniTempe Bali bermula dari keputusan Benny Santoso pada 2013 untuk merantau ke Bali demi mengenyam pendidikan tinggi di Sekolah Tinggi Pariwisata (sekarang menjadi Politeknik Pariwisata) Nusa Dua. Ia mengambil jurusan Culinary Management/Manajemen Tata Boga.
 
Pada 2016, Benny mendapat tugas akhir untuk membuat inovasi produk olahan tempe. Tugas tersebut ia sambut secara antusias. 
 
Sebab, ia akhirnya bisa mewujudkan ketertarikannya untuk membuat produk tempe “next level”. Ketertarikan itu sudah muncul sejak ia masih duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Surakarta.
 
“Saya dulu sekolah di SMA Regina Pacis Surakarta. Saya anak sains, sejak SMA ada program membuat tempe. Guru saya waktu itu bilang ingin buat tempe mentah rasa cabai, kunyit, dan lain-lain. Saya tertarik karena ternyata tempe mentah bisa dikasih rasa. Tapi saat mau praktikum terkendala persiapan Ujian Nasional, akhirnya batal dan baru bisa saya realisasikan saat kuliah. Ini jadi project SMA yang tertunda,” ungkap Benny.
 
Dalam proyek tugas akhir kuliah, Benny lalu mencoba membuat tempe rasa keju dan tempe rasa bawang putih tanpa mengubah tekstur asli tempe. 
 
Tempe mentah rasa keju sukses ia buat. Hal sebaliknya terjadi saat ia membuat tempe rasa bawang putih. 
 
Namun, kegagalan itu justru menjadi ilmu berharga bagi dia dalam menciptakan berbagai inovasi olahan tempe. 
 
Benny menyadari bahwa ternyata bawang putih mengandung antibakteri yang membuat proses fermentasi tempe gagal.
 
Lulus kuliah, Benny tidak lantas terjun ke dunia bisnis. Ia sempat bekerja di bagian dapur restoran meski tidak berlangsung lama. 
 
Saat bekerja di restoran itulah, dia justru mantap untuk kembali ke jalur bisnis. Dia kembali ke jalur tempe, melanjutkan proyek tugas akhir kuliahnya ke skala lebih besar.
 
“Saat kerja di restoran, Chef saya pernah bilang, jangan cuma belajar hidangan Prancis atau Asia. Fokuskan ke kuliner Nusantara, produk asli Indonesia. Sebab di negara lain kita dianggap seksi, eksotik. Banyak rempah dan olahan fermentasi, misalnya oncom, tape singkong, tape ketan, tempe. Tempe di luar negeri mungkin ada, tapi tidak seenak di Indonesia. Tradisi kuliner kita unik dan seksi, mestinya kita bangga. Akhirnya saya terpengaruh dan mulai fokus mengembangkan produk tempe,” papar Benny.
 
Pada Desember 2016, Benny mendirikan iniTempe Bali. iniTempe merupakan singkatan dari “Innovate New Ideas with Tempe”. Merek ini mulai Juni 2023 mendapat penjenamaan ulang menjadi "Tempeman".
 
Sesuai jenama tersebut, melalui usaha ini, sang Tempeman terus berinovasi menghasilkan produk boga yang unik dengan bahan baku tempe.
 
“Saya bertanya-tanya, kenapa tempe Indonesia tidak terlalu populer di dunia? Lalu, dengan bantuan ibu saya yang biasa membuat kue kering, saya akhirnya membuat tempe cookies,” ucap dia.
 
Singkat cerita, produk buatan Benny terus berkembang dan makin variatif. Produk tempe cookies dibuat dalam beberapa varian rasa, di antaranya salty chocolate, cashew crunch, choco chips, dan keju. 
 
Selain itu, Tempeman juga punya produk keripik tempe aneka rasa dan tempe protein ball. Tentu saja juga ada produk tempe mentah (fresh tempe), baik yang original maupun yang dikombinasikan dengan bahan lain, misalnya biji labu dan spirulina.
 
Bahkan, Tempeman juga menyediakan kedelai mentah dan paket DIY (Do It Yourself) bagi pembeli yang ingin merasakan pengalaman membuat tempe sendiri di rumah.
 
Produk-produk buatan Benny menggunakan bahan baku kedelai non GMO (Genetically Modified Organism) dari petani lokal di Bali dan Jawa Timur. Produk makanan ringan yang dihasilkan juga bebas-gluten.
 
Saat ini, dibantu 10 orang karyawan, dalam satu bulan Benny bisa mengolah sekira 400 kilogram kedelai. Omzetnya? Kini sudah mencapai lebih dari Rp100 juta per bulan.
 
“Fresh tempe (tempe mentah) kami produksi sepekan dua kali. Satu kali produksi maksimal kapasitas 50 kilogram. Artinya sebulan sekitar 400 kilogram. Sisa waktu di luar produksi tempe mentah, kami fokuskan ke produk turunannya, yakni keripik tempe, cokelat tempe, dan lain-lain,” terang dia.
 
Mulanya, Benny memasarkan produk dengan menawarkannya pada toko-toko retail dan hotel-hotel di Bali. Kini, produk Benny bisa didapatkan di puluhan toko retail dan hotel yang tersebar di Bali, Jabodetabek, Bandung, Balikpapan, dan Banjarbaru.
 
“Hotel Four Season, Westin, dan Laguna sudah kami masuki. Kami tunjukkan bahwa produk lokal bisa bersaing dengan membawa tempe sampai hotel bintang lima,” ucap dia.
 
Saat pandemi Covid-19 pada 2020-2021 lalu, penjualan produk iniTempe Bali sempat merosot tajam. Hal ini lalu mendorong Benny untuk mulai memasarkan produk secara daring lewat Shopee, Tokopedia, juga lewat situsweb. Belakangan, Tempeman juga aktif di Tiktokshop.
 
Peluang Ekspor
 
Belum lama ini, Benny mengirim produk ke Singapura melalui program kerjasama dengan produsen keju asal Yogyakarta. Program tersebut dikemas dalam lokakarya pembuatan tempe.
 
“Kami ajari dulu cara membuat tempe. Lalu tempe kami konsumsi dengan keju tersebut. Biasanya keju dikonsumsi dengan cracker, ini dengan keripik tempe. Saat itu, sekitar dua bulan lalu, saya juga bawa tiga jenis produk kami untuk dijual di sana, yaitu keripik tempe original, keripik tempe blackpepper, dan keripik singkong,” ucap dia.
 
Benny semakin yakin bahwa produk lokal mampu bersaing di kancah dunia. Dia sendiri mengaku sudah banyak mendapat penawaran ekspor. Di antaranya dari Tiongkok, Korea, Australia, Jerman, dan Amerika Serikat. Namun demikian, Benny belum menyanggupi. Sebab, dia masih fokus untuk meningkatkan kapasitas produksi. Saat ini, menurutnya untuk pasar dalam negeri saja masih kekurangan.
 
“Kami ingin jadi pelopor produk pertempean di Indonesia, tentu saja dengan dukungan teman-teman ‘pemain’ tempe yang lain. Karena itu kami perlu stabilkan kapasitas produksi dulu,” jelas dia.
 
Meski sudah berbadan hukum PT, Tempe Man masih berskala industri rumahan. Benny masih berproses untuk mengembangkan usaha hingga skala pabrik yang berstandar Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).
 
“Saat ini kami belum punya lisensi HACCP itu. Kami masih berupaya membangun pabrik dengan skala tersebut. Kami ingin membangun manufaktur, menggunakan mesin-mesin produksi supaya secara kuantitas bisa memenuhi permintaan pasar,” ujar dia.
 
Diplomasi Budaya lewat Tempe
 
Pada 2018 lalu, Benny Santoso terlibat dalam kegiatan Ubud Food Festival. Dalam ajang tersebut, ia mengadakan masterclass atau lokakarya pembuatan tempe. Saat itu, mayoritas peserta merupakan wisatawan mancanegara. Seingatnya, hanya satu orang peserta yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Satu orang itu pun merupakan pewarta yang meliput kegiatan.
 
“Ternyata mereka kagum ada anak muda yang mau mengembangkan usaha tempe. Saya senang diapresiasi masyarakat internasional,” ujar dia.
 
Benny mengatakan, salah satu peserta mengatakan ingin belajar membuat tempe sendiri karena tempe di negaranya mahal dan tidak terlalu enak.
 
“Saya kasih ide bahwa tempe tidak melulu kedelai, bisa dikombinasikan dengan chickpeas, edamame, jagung, bahkan oat. Saya senang bahwa tempe yang asli Indonesia begitu menarik minat masyarakat internasional,” kenang dia.
 
Benny lalu makin menyadari bahwa diplomasi kebudayaan sangat efektif dilakukan melalui makanan. Semakin tekunlah dia menggelar lokakarya pembuatan tempe dengan mayoritas peserta para wisatawan asing di Bali.
 
Setidaknya satu atau dua kali setiap pekan ia mengadakan lokakarya tempe. Tempatnya di lokasi produksi Tempeman atau di tempat lain sesuai permintaan peserta. Ia juga kerap mengisi pelatihan pembuatan tempe di hotel atau villa.
 
Terbaru, Minggu (2/7/2023) mendatang Benny akan menjadi mentor workshop pembuatan dalam ajang Ubud Food Festival.
 
“Dalam perjalanan, saya menyadari bahwa ternyata persepsi WNA terhadap tempe itu berbeda dari orang Indonesia. Bagi mereka, tempe di negara mereka itu mahal dan tidak enak. Banyak juga yang malah baru kali pertama mencoba tempe saat di Bali. Di Indonesia terjangkau dan enak. Jenis olahannya juga bervariasi. Tempe orek untuk pelengkap nasi kuning yang bagi kita biasa, ternyata bagi mereka hal baru. Mereka bahkan menyebutnya seperti granola. Bertekstur kering dan bercitarasa manis dengan sentuhan rasa daun jeruk. Bagi mereka itu eksotis,” ungkap Benny.
 
Selain mengajarkan cara membuat tempe secara tradisional, Benny juga menunjukkan cara mengolah tempe menggunakan mesin. Hal ini untuk menunjukkan bahwa tempe bisa diolah secara modern. Benny juga mengenalkan berbagai cara inovatif dalam mengolah tempe. Misalnya dengan membuat tempe berbalur cokelat.
 
“Sehingga mereka ada pandangan bahwa tempe tidak hanya bisa diolah untuk masakan yang gurih-asin, melainkan juga diolah untuk makanan manis. Kami kasih perspektif itu ke mereka. Tempe yang dipandang sebelah mata bisa diolah jadi hidangan menarik,” papar dia.
 
Sukses meraih atensi dari wisatawan mancanegara, Benny menyadari bahwa diplomasi budaya lewat tempe tidak bisa sukses jika mengabaikan masyarakat lokal, terutama para pemudanya. Karena itu, ia juga menargetkan pelajar SMA, mahasiswa, bahkan anak-anak sebagai peserta lokakarya pembuatan tempe.
 
Anak-anak ia ajari membuat tempe secara menyenangkan. Di antaranya dengan membuat tempe berbentuk aneka karakter yang disukai anak, misalnya Hello Kitty dan Transformers. Menurut Benny, membuat tempe juga melatih kecerdasan motorik anak.
 
Benny mengadakan kelas pembuatan tempe secara daring maupun luring. Permintaan kelas secara daring via Zoom banyak dia terima saat pandemi Covid-19 lalu. Adapun saat ini ia lebih banyak memberikan kelas tatap muka.
 
Mimpi Besar sang Tempeman
 
Berkat ketekunan melakukan gastrodiplomasi lewat tempe, Benny Santoso mendapat penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards tingkat provinsi tahun 2021. Dia menerima apresiasi kategori individu dalam bidang kewirausahaan.
 
Namun demikian, penghargaan tersebut bukan pencapaian akhir bagi sang Tempeman. Dia masih punya satu cita-cita besar, yakni mendirikan situs wisata edukasi tempe yang terintegrasi. Ia berharap bisa membentuk daya tarik wisata budaya berbasis tempe yang mengintegrasikan lahan kedelai, pabrik, museum, kafe, kelas lokakarya, dan toko oleh-oleh.
 
"Kami ingin di Bali ada percontohan tempat wisata budaya untuk melakukan diplomasi makanan dan edukasi. Sehingga ketika mereka (wisatawan asing) ke Bali, bisa melihat wujud tanaman kedelai, melihat proses pembuatan tempe, menikmati hidangan di kafe dengan menu aneka olahan tempe, belajar di museum tempe, mengikuti workshop tempe, sampai beli oleh-oleh makanan ringan dari tempe,” urai Benny.
 
Dia antusias ketika membahas mengenai museum tempe yang ia cita-citakan. Dia membayangkan di museum itu orang bisa mempelajari sejarah tempe dan mengetahui berbagai jenis tempe tradisional di Indonesia, mulai dari tempe kacang koro, tempe bongkrek, hingga tempe menjes.
 
Jika hal itu terwujud, Indonesia akan menjadi “pusat tempe dunia”. Warga dunia jika ingin belajar tentang tempe bukan pergi ke Jepang, Korea, atau Amerika, melainkan ke Indonesia, salah satunya ke Bali yang merupakan sentra pariwisata.
 
“Kita malu kalau orang belajar tempe ke Jepang. Sedangkan tradisi pertempean Indonesia sangat kaya,” tandas dia.
 
Mendefinisikan Ulang Istilah “Mental Tempe”
 
KBBI mendefinisikan istilah “mental tempe” sebagai “mental yang lemah atau watak inferior”. Setelah mendengar perjuangan Benny Santoso sang Tempeman, barangkali istilah itu bisa didefinisikan ulang sebagai “mental percaya diri atau watak superior”. 
 
Definisi tersebut lebih sesuai untuk menggambarkan "mental tempe" Benny yang percaya diri mengusung tempe sebagai produk gastronomi warisan leluhur Nusantara untuk memperkuat posisi Indonesia di percaturan kebudayaan global. (mzk)